Saya terkejut ketika tahu bahwa buku Jakarta Sebelum Pagi sudah berada di antara tumpukan buku-buku saya yang belum terbaca. Ternyata, saya punya buku ini. Hohoho. Denger-denger, buku ini banyak yang cari, bahkan second book-nya bisa dijual dengan harga yang tinggi. Wow, beruntung sekali saya punya barang yang diburu banyak orang.
—-
Mengapa sih buku ini banyak yang cari? Ngikutin hype atau memang ceritanya yang bagus? Hmm, gak tau juga sih. Yang jelas, saya membeli buku ini karena cover depannya tertulis sebagai “Karya Fiksi Terbaik Indonesia 2016 versi Majalah Rolling Stone” dan penulisnya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie, yaitu penulis pemenang Sayembara DKJ 2014 dan 2016–salah satu ajang prestisius untuk karya-karya sastra terbaik. Pasti wow, dong.
Secara singkat, buku ini bercerita mengenai Emina yang dikirimi paket bunga lewat balkon apartemennya, bukan lewat pintu depan. Soal stalker ini dibahas dengan teman kantornya bernama Nissa. Dari penelusuran stalker pengirim bunga itu, Emina bertemu dengan Suki—anak keturunan Jepang yang masih sekolah dasar—yang bersama keluarganya memiliki toko bunga di sekitar apartemennya. Lalu, bertemu dengan keluarga internasional Suki.
Di sisi lain, walaupun Emina terkesan sebatang kara, ia memiliki keluarga yang peduli, yaitu nenek, datuk, dan Nin. Emina sering berkunjung ke rumah para jompo—begitu ia menyebut mereka. Rumah para jompo bersebelahan dengan rumah Pak Meneer—orang Belanda yang sudah lama tinggal di Indonesia. Lalu, dari Pak Meener inilah semua misteri perlu dipecahkan.
Seiring berjalannya waktu, Emina berhasil menguak misteri stalker yang selalu mengiriminya bunga dengan balon, tentunya dibantu Suki karena Suki yang memfasilitasi pengiriman-pengiriman itu ke balkonnya. Namanya adalah Abel—laki-laki yang seumur dengannya dan salah satu korban dari ganasnya peperangan di Timur Tengah. Abel sangat takut dengan suara keras dan sentuhan, tetapi sangat ingin memecahkan misteri surat-surat bersama Emina.
Kemudian, diketahui juga bahwa Pak Meneer adalah bapak angkat Abel dan Abel telah mengetahui Emina sejak mereka sama-sama kecil dulu. Misteri surat-surat itu pun tertuju pada Pak Meneer yang menyimpan rahasia besar terhadap sosok yang dia cintai dan sulit melepaskannya.
Jujur saya agak lama membaca buku ini. Hehehe. Agak aneh dan agak membosankan. Boleh dibilang cerita ini mengungkap teka-teki, tetapi dibungkus dengan kisah drama. Percakapan para tokoh enggak terkesan santai, terutama Emina dan Nissa saat membahas stalker—agak berbau filsuf. Yang unik, adanya tokoh-tokoh internasional yang kayak serba kebetulan, seperti Suki dari keluarga kaya raya yang orang tuanya entah ada di negara mana. Salah satu di antara orang tuanya keturunan Jepang dan Arab. Suki juga bukan tokoh anak-anak pada umumnya, tetapi tokoh anak yang dewasa. Bahkan terlihat lebih dewasa dibanding Emina. Bahkan, dewasanya melebihi dewasa Acia.
Sepanjang membaca buku ini, I didn’t enjoy it that much. Entah sayanya yang susah paham dengan tulisan-tulisan Ziggy atau saya yang mainnya kurang jauh untuk bisa into it ke kisahnya Emina. Mungkin juga ide-idenya Ziggy terlalu berat untuk otak saya yang terlalu ringan. Who knows? Namun, buku ini gak hanya diisi tulisan-tulisan aja, kok, ada juga ilustrasi-ilustrasi yang memperindah buku yang agak susah saya nikmati ini :).