Menulis bareng Penerbit KataDepan
Maret 28, 2017
Dulu, saya pernah bercita-cita menjadi seorang penulis seperti RL Stine.
Mengapa? Karena—menurut saya—ia satu-satunya penulis yang mampu mengaduk-aduk
emosi saya, terutama serial Goosebumps-nya yang membuat saya merinding atau
serial Fear Street yang berhasil membuat saya enggan memejamkan mata. Ya, saya
memang tidak tumbuh dengan kisah Lima Sekawan karya Enid Blyton, tetapi kisah
horor karya RL Stine. Bagi saya, imajinasi RL Stines itu perlu diacungi jempol.
Dia adalah pengarang pertama yang menginspirasi saya bagaimana mudahnya
membangun suatu imajinasi horor dari sudut pandang anak-anak.
Saya tahu bahwa cita-cita itu tidak ujug-ujug terwujud. Perlu yang
namanya proses, kerja keras, dan komitmen terhadap apa yang kita suka. Ini sama
seperti menulis. Butuh mengasah kemampuan menulis supaya menjadi enak dibaca
orang lain. Seperti saya yang pernah mencoba mengasah tulisan lewat buku diary
walau ujung-ujungnya saya males menulis kehidupan saya yang sepertinya datar-datar
aja :D. Kemudian, saya membuat beberapa kisah. Dari
beberapa kisah itu, hanya dua yang bisa terselesaikan dan terpublikasikan. Itu
pun cerpen, bukan novel yang panjang. Dan, yang paling aneh dari proses saya
belajar adalah hampir sebagian besar kisah yang saya tulis adalah kisah-kisah
orang luar, bukan kisah-kisah orang sini. Maklum, saya akui bahwa saya lebih
senang melahap buku-buku fiksi terjemahan :D.
Saya masih berproses dalam menulis. Mencoba banyak membaca dan melatih
diri sendiri dengan menulis. Satu cara saya berlatih adalah mengikuti pelatihan
menulis yang diadakan Penerbit KataDepan pada 19 Maret 2017 di Function Room,
Gramedia Matraman. Acara ini bertema, “Menulis karena cinta, menulis karena
suka”. Tema yang sangat cantik.
Acara tersebut dikemas berbarengan dengan peluncuran buku @crowdstroia berjudul
Nona Teh dan Tuan Kopi: Parak serta bincang-bincang cantik bersama Yayan D—penulis
Une Personne Au Bout De La Rue—dan Dhitapuspitan—penulis Troublemaker. Tidak
ketinggalan juga Gita Romadhona—pemimpin redaksi KataDepan.
Para penulis membagi kisah kreatifnya hingga menghasilkan sebuah
cerita. Mulai dari ide, menciptakan karakter, dan membangun plot yang sesuai
dengan logika. Menarik sekali, terutama ketika para penulis berbicara mengenai
ide. Menurut para penulis, ide datang dari mana saja: entah itu saat kita
nongkrong bareng teman atau sedang makan siang saat istirahat kantor. Ketika
ide datang, saatnya kita menangkap ide itu. Biar tidak lupa dan tidak menguap
begitu saja, rata-rata penulis akan mencatat ide-ide tersebut di sebuah buku
catatan atau memo di ponsel.
Hal yang juga penting dari proses menulis adalah kehadiran editor sebagai
penelaah naskah. Kadang penulis memiliki sifat egoisme yang tinggi karena
mungkin terpaku pada jargon licentia
poetica. Namun, di mana ada sastra yang hebat, di situ juga ada editor yang
hebat, selain penulis yang hebat tentunya :). Editor diakui sebagai sosok di belakang
layar yang membuat sebuah karya menjadi bagus dan bestseller. Dan, banyak
penulis terkenal sekarang—baik dalam negeri maupun luar negeri—yang terbantu
oleh sosok editor ini. Seperti yang dikatakan Yayan D bahwa ia sangat terbantu
dengan proses editing yang dilakukan dengan Gita Romadhona. Karena, ia mengakui
bahwa tulisan yang baik itu juga campur tangan dari editor.
Nah, bagaimana dengan pelatihan penulisannya?
Pada saat registrasi ulang, Penerbit KataDepan memberikan stik es krim
kepada peserta pelatihan, termasuk saya, yang digunakan untuk menulis satu kalimat:
entah kalimat motivasi atau kalimat suka-suka :D. Kemudian, stik-stik ini akan dikumpulkan
kembali kepada panitia. Tantangannya adalah stik-stik yang tadi ditulis akan
dibagikan secara random kepada peserta. Saya kebagian satu stik yang
bertuliskan, “Please, don’t forget to smile.” Dari satu kalimat yang ada di
stik es krim itu, peserta diminta mengembangkannya menjadi suatu paragraf
cerita dalam waktu 10 menit. Setelah selesai, ada sekitar lima orang peserta
yang dipilih untuk membacakan paragraf yang ditulisnya selama 10 menit. Gak
tanggung-tanggung, pemimpin redaksi Penerbit KataDepan yang langsung
mengevaluasi tulisan para peserta.
Dan, yang tidak kalah menariknya adalah Penerbit KataDepan menyediakan
dropbox untuk naskah-naskah yang dibawa oleh peserta pelatihan penulisan. Kata
sang pemred, naskah tersebut akan dibaca bersama dengan redpel Penerbit
KataDepan dalam jangka waktu dua bulan. Jika ide dan kisahnya menarik, Penerbit
KataDepan bersedia untuk menerbitkan naskah tersebut menjadi sebuah buku.
Menarik, ya? Sayang sekali, saya belum punya naskah yang siap diajukan :(.
Selain ilmu yang didapat dari bincang-bincang cantik dan pelatihan
menulis, peserta juga tidak pulang dengan tangan kosong. Ada notebook dan tote
bag cantik yang diberikan oleh Penerbit KataDepan. Dan, ini semua diberikan
secara gratis alias free.
Mau tahu kegiatan selanjutnya dari Penerbit KataDepan atau novel-novel
terbaru yang akan diterbitkan oleh Penerbit KataDepan? Silakan langsung meluncur
ke instagram @penerbitkatadepan.
—Menulis karena cinta, menulis karena suka.
2 komentar
Saya nulis apa ya Kak? Mau mulai aja saya malas. Hiks... Ada caranya utk memulai walau hanya satu kalimat Kak?
BalasHapusAda, kak. Tulis satu kalimat aja, trus dikembangin deh. Kayak yg saya pelajari di KataDepan :D
Hapus