komitmen: antara ya dan tidak

Februari 19, 2012


Freedom Farewell:
Look in the lens
Answer the questions
Are you a threat?
-Epica

Saya pernah niat ketemu teman saya dengan ngoprek-ngoprek jadwal kerjanya dia. Untungnya, dia dengan pasrah mau saya gangguin, padahal dia tau ada maksud terselubung. Hihihi. Karena saya dan dia udah lama enggak ketemu juga, banyaklah cerita yang meluncur dari mulut dia tentunya dan sedikit dari mulut saya :D.

Awalnya saya dan dia cekikikan cerita-cerita enggak jelas. Lama-lama suasana berubah jadi serius. Ini cerita doi soal pasangannya (ya ampun, kayaknya cerita saya enggak jauh-jauh dari urusan beginian :p). Saya baru tahu bahwa dia sudah mengakhiri hubungannya dengan si tunangan. Bahkan, doi baru cerita bahwa selama ini sering putus-nyambung karena masalah komunikasi. Jelas aja, si cowok ada di benua lain, sedangkan si cewek lagi cerita di depan saya. Dalam masa kehilangan komunikasi itu, si cowok dateng dengan membawa kabar bahwa dia akan nikah dan teman saya ini enggak akan diundang. Oh, damn! Kok bisa sih begitu? Teman saya ini cuma mengangkat bahu. Katanya, banyak masalah yang belum tuntas diomongin, tapi komunikasi udah terputus. "Nggak jelas, deh," katanya begitu dengan suara pelan.

Terus, kami ngomong apa masalahnya dia. Menganalisis berbagai macam dan berbagai sudut. Mulai dari sikap cowoknya yang mungkin aneh dan gak cocok dengan hidupnya teman saya hingga sikap teman saya dalam hubungan itu. Lalu, muncul satu kata: komitmen. Katanya, "Mungkin, gue juga takut berkomitmen."

Dengdong. Saya jadi mikir, iya juga, sih.

Untuk sebagian orang, komitmen adalah hal paling susah dalam hidup. Bukan berarti enggak setia, ada hal-hal khusus yang jadi pertimbangan dia untuk bisa berkomitmen. Apalagi, komitmen dalam mencari your partner life. Tentu perlu ada pertimbangan khusus yang gak cuma cinta-cintaan.

Kalau udah berpasangan, ya enggak sebebas kayak masih single. Apalagi kalau punya anak. Pikiran akan terbagi antara anak, pasangan, dan diri sendiri. Semuanya serba berbagi. Agak susah untuk sembunyi-sembunyian. Kalau niat, ya maen kucing-kucingan aja. Namun, berbagi itu seni lhoo karena kebahagiaan baru akan tercipta. Kan senang, ya, kalau hal-hal yang disuka juga turut disuka oleh doi, tanpa perlu dipaksa :D.

Masalahnya, siap gak? Untuk sebagian orang yang susah berkomitmen, emang agak ribet. Kebebasan sih intinya. Mau begini, pasti ditanya. Mau begitu, dikomentarin. Kalau enak komennya; kalau enggak enak, yaa sebel juga, kan. Kayaknya hidup penuh aturan dan menjaga jaim. Belum lagi banyak hal yang kudu dibagi, seolah-olah enggak punya privasi sendiri untuk berpikir dan leyeh-leyeh sendiri. Kalau pake bahasa akademis, kebebasan terancam.

Di sisi lain, enggak mau juga, kan, hidup sendirian, kayak lagu Ace of Base on the top of the world I don't wanna be alone, not me. Yeah, sometimes, we still need people. Ga usah jauh-jauh, namanya juga manusia, pasti butuh orang lain dari masih dalam kandungan sampai di sisi Tuhan.

Nah, balik lagi ke hal tadi, siap gak? Mungkin, untuk sebagian orang, mereka sih siap-siap aja. Bahkan, ada temen saya kebelet pengen kewong. Untuk sebagian lagi (tentunya buat yang susah berkomitmen), perlu pemikiran panjang dan berdamai dengan diri sendiri. Mungkin, model begini agak susah karena kelamaan menjadi single fighter atau penolak cinta nomor wahid :)).

Yang paling sering saya temuin, sih, yang komitmennya sudah tinggi, tapi belum ada yang dateng dan berbagi kehidupan ama dia :)). Intinya, sih, sabar dan tawakal. As long as God loves you, somebody out there will love you too. Eitss .... :D

gambar dari sini.

You Might Also Like

0 komentar