City of Bones: review singkat
Januari 05, 2013
Demam The Hobbit
masih menjalari pikiran saya sehingga—entah mengapa—tiba-tiba saya melihat
tumpukan buku yang belum dibaca. Kali itu, mata saya tertuju pada City of Bones
yang sudah bercokol di sana entah berapa lama. Buku ini saya beli di toko
online, lalu tiga buku lainnya. Alasannya sangat sederhana karena saya menyukai
kisah fantasi yang menyimpan banyak makhluk ajaib yang tidak pernah saya temui.
Saya pun membaca buku ini sambil ngulik-ngulik internet tentang pengarangnya
yang—bagi saya—hebat bener karena masuk kategori New York Times Bestseller.
Pengarangnya ini
bernama Cassandra Clare—bukan nama asli—yang tinggal di New York. Dia menulis
banyak buku dan buku jagoannya adalah seri Mortal Instruments yang salah
satunya City of Bones. Dan, tenyata, seri Mortal Instruments itu banyak lho.
Gak cuma empat seperti yang saya tahu. City of Bones adalah buku pertamanya dan
perkenalan dengan kehidupan para pemburu bayangan—shadow hunter.
Tokoh utama bernama Clarissa Fray yang biasa dipanggil
Clary dan berusia sekitar 16 tahun. Ia anak dari single-mother Jocelyn Fray.
Awalnya dikira single mother, makin lama makin terkuak bahwa Jocelyn Fray
menjadi single mother dengan terpaksa. Clary tidak hanya kenal ibunya, tetapi
ia punya Luke yang sudah dianggap sebagai pamannya sendiri karena ia adalah
sahabat ibunya dan Simon—sahabatnya sendiri yang selalu setia menemani Clary.
Kisahnya bermula
dari ketidaksengajaan Clary melihat sosok yang tak terlihat. Karena itu, ia
sempat bertengkar dengan ibunya dan kabur dari rumah. Saat kembali, ibunya
sudah tidak ada dan dia dikejar-kejar iblis yang mengacak-acak rumahnya,
terutama lukisan-lukisan ibunya yang hilang. Untung pada saat itu ada Jace yang
membantu dia memusnahkan si iblis, lalu segera membawanya ke institut. Melalui
institut ini, Clary bertemu dengan Hodge, penjaga institut yang dihukum Kunci;
Isabelle dan Alec, kakak beradik dari keluarga Lightwood yang mengadopsinya;
serta Jace Wayland, sosok yang menolong dia. Di sini, ia menjadi tahu siapa
pemburu bayangan yang biasanya disebut sebagai kaum Nephilim. Mereka ini adalah
percampuran antara manusia dan malaikat. Konon yang menciptakan mereka adalah malaikat sendiri untuk mengawasi para
iblis yang menyelinap masuk ke dunia manusia. Di samping kehidupan manusia dan
malaikat, ada lagi kehidupan Dunia Bawah yang isinya peri, warlock, manusia
serigala, pixie, vampir, dan makhluk-makhluk ajaib. Musuh utama dari
keseluruhan cerita adalah Valentine dan para pengikutnya yang sepertinya masih
setia. Lalu, kepemimpinan utama dalam dunia itu adalah Kunci, mungkin bisa
dikatakan seperti para dewan yang menyeimbangkan antara Dunia Bawah dan dunia
para manusia serta para Nephilim.
Para Kunci tidak setuju dengan ide Valentine
yang ingin membasmi makhluk-makhluk Dunia Bawah. Menurut mereka, para dunia itu
harus hidup bersama dan berdampingan. Jika Dunia Bawah berbuat yang merugikan,
barulah para pemburu bayangan bertindak. Pendapat inilah yang ditentang oleh
Valentine yang menganggap bahwa Dunia Bawah itu tidak penting dan perlu
dibasmi. Apalagi, ayahnya dibunuh oleh manusia serigala. Maka itu, Valentine
ingin sekali memiliki piala mortal untuk membentuk pasukan agar bisa membasmi
Dunia Bawah. Cita-cita Valentine dianggap akan membawa banyak korban jiwa
manusia yang mungkin ada yang tidak tahan dengan sistem rune, mantra, dan
segalanya yang berkaitan dengan itu.Cita-cita inilah yang membuat Jocelyn harus
menyembunyikan piala mortal dari Valentine. Gara-gara ini, Valentine tega menculik
istrinya sendiri dan membuatnya koma.
Sebenarnya, Jocelyn menyembunyikan piala itu kepada
tetangganya yang penyihir bernama Dorothea melalui lukisan di kartu tarotnya.
Si tetangga tidak menyadarinya dan sudah kerasukan oleh Iblis Kuat bernama
Abandon yang tiba-tiba muncul melalui portal. Clary dengan pengorbanan yang
besar bersama Jace, Isabelle, dan Alec melawan iblis itu hingga Simon muncul dengan
panah untuk menghancurkan jendela yang menghalangi sinar matahari. Mereka
akhirnya mendapatkan piala itu walau terluka parah, seperti Alec yang tak
sadarkan diri.
Piala itu pun dibawa ke institut untuk diberikan
kepada Kunci melalui Hodge. Sayangnya, kepercayaan Clary dihancurkan oleh Hodge
yang ternyata masih berhubungan dengan Valentine. Tiba-tiba Valentine masuk
dengan gampangnya ke institut melaui portal, lalu mengambil piala itu beserta
Jace yang pingsan.
Setelah melewati petualangan panjang yang menegangkan
bersama Luke yang berubah menjadi manusia serigala akibat gigitan seekor
werewolf, Clary akhirnya tahu bahwa ia adalah anak kedua Valentine, sedangkan
Jace yang pernah mencium dia adalah kakak kandungnya. Lalu, Valentine—sang
ayah—kabur melewati portal yang dihancurkan beserta piala mortal yang katanya
disembunyikan di Idris. Jace ingin mengejarnya, tetapi Clary mencegahnya karena
ia takut Jace tidak akan kembali lagi ke tempat semula. Jace pun tetap tinggal
sambil menyimpan pecahan kaca yang menampilkan rumah yang seharusnya tempat dia
tinggal bersama keluarganya.
Jocelyn yang ditemukan di tempat persembunyian Valentine
segera dirawat di RS karena koma. Alec yang terluka akibat iblis disembuhkan
oleh Magnus Bane—sosok yang pernah menyembunyikan ingatan Clary dengan mantra.
Luke pun kembali merawat ibunya. Kehidupan para pemburu bayangan sepertinya
akan berjalan normal, tetapi untuk sementara karena Valentine masih berkeliaran
di luar sana dengan piala mortal.
City of Bones yang
menjadi judul merupakan Kota Tulang tempat Persaudaran Hening tinggal.
Persaudaraan Hening ini adalah orang-orang yang tidak banyak bicara dalam arti
ngomong dengan mulut. Mereka bicara dalam benak seseorang. Mereka adalah
pengarsip yang baik dan mampu melihat pikiran orang. Clary adalah salah satu
orang yang pikirannya dibuka untuk melihat ada apa dengan kehidupan masa
lalunya. Namun, pikiran Clary tidak bisa ditembus karena ada rune kuat yang
menguncinya. Si rune itu dibuat oleh Warlock yang bernama Magnus Bane yang tahu
segala macam rune dan mantra. Rune yang ada di kepala Clary konon akan terbuka
dengan sendirinya sehingga Clary bisa mengingat masa lalunya satu per satu.
Seperti kebanyakan novel fantasi, isi novel ini juga
sama, yaitu petualangan, ketidaktahuan tokoh utama saat memasuki dunia yang
benar-benar berbeda, dan makhluk-makhluk ajaib dengan keahlian luar biasa. Jika
ada yang mengatakan bahwa kisah ini mirip Harry Potter, orang itu benar seratus
persen. Permasalahan yang diangkat oleh buku ini hampir sama dengan Harry
Potter: pemurnian ras dari ras lain dengan latar campuran malaikat dan manusia,
bukan manusia dan dewa seperti Percy Jackson. Valentine—musuh utamanya—mirip
dengan Lord Voldemort soal visi dan misinya dalam dunia mereka masing-masing. Mereka
sama-sama kuat, cerdas, dan licik sejak dari dulunya. Tapi, dibanding
Voldemort, kehidupan Valentine lebih rumit karena ada kehidupan normal di sana
yang pernah Valentine miliki bersama istrinya dan keluarganya. Istilah lain,
ada sisi kehidupan manusia dalam dunia mereka. Entah bagaimana ibu dan dunia
anaknya akan menghadapi sang ayah yang kejam luar biasa.
Di sisi penerjemahan,
sepertinya sih kurang gereget dibanding buku aslinya. Mungkin pemilihan
kata-kata yang kurang karena saya agak bingung membaca terjemahan puisi dari
William Shakespeares di halaman depan. Mungkin juga sih, otak saya sedang tidak
menerima kata-kata yang maknanya mendalam. Jadi, tidak bisa ngerti maksudnya
apa :D.
Hal lain yang agak
membingungkan adalah rambut Clary sebenarnya bentuknya apa. Awal mula
disebutkan ikal dan keriting berwarna merah. Dari awal, yang ada di kepala saya
rambut ikal berwarna merah macam tokoh Brave. Eh, di pengujung cerita,
disebutkan si Clary berambut lurus. Agak bertolak belakang walau otak saya
tetap terpaku dengan Clary berambut ikal dan merah. Jadi, saat saya ngeliat sepintas poster filmnya City of Bones, ah kenapa rambutnya enggak keriting seperti Brave. Tapi, dari keseluruhan, saya sih
menikmati cerita itu dan seperti Stephenie Meyer bilang, “Saya ingin berada
dalam kisah Mortal Instruments.”
Sekarang lanjut City of Ashes. Yuuk, mariii :D.
0 komentar