Ngubek-ngubek Jakarta: Mengenal Jakarta bareng Sudir

Oktober 16, 2016

Sesuai dengan judulnya, buku ini pastinya bicara seputar Jakarta. Yup! Tapi, bukan masuk kategori buku travelling dengan penulisnya sebagai si pemandu yang cerita seputar perjalanannya. Bukan. Bukan buku itu. Buku ini ditulis oleh Cai yang merupakan teman saya ketika berjuang di kampus jaket kuning :D dan buku ini merupakan buku perdana Cai yang diterbitkan oleh penerbit besar, Bukune, tahun 2014.

Kalau bukan buku travelling, mengapa buku ini bercerita soal Jakarta?

Jadi, Cai menceritakan Jakarta melalui sudut pandang Sudir, cowok perantau asal Wonosobo yang memiliki keinginan untuk menaklukkan Jakarta. Jadi, sepanjang buku ini, Sudirlah yang bercerita seputar Jakarta berdasarkan pengalaman dia selama tinggal 10 tahun di ibu kota.


Di buku ini, Sudir bercerita sejarah singkat Jakarta beserta pembagian Jakarta dalam lima wilayah kotamadya: Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara, tanpa Kepulauan Seribu. Saat Sudir menjelaskan ini, saya baru tahu bahwa maskot Jakarta adalah elang bondol dan salak condet. Sebagai orang Jakarta, saya selalu berpikir bahwa maskot Jakarta itu Monas, ternyata saya salah (orang Jakarta macam apa!). Menurut Sudir, maskot tersebut ada berdasarkan keputusan gubernur pada saat itu, yaitu Ali Sadikin. Jadi, ya, lambang Jakarta itu adalah elang bondol dengan kepala putih bertengger di sebuah ranting sambil mencengkeram salak condet. Konon, kalau mau melihat rupanya seperti apa bisa langsung meluncur ke bus TransJakarta atau di tugu perbatasan Jakarta dengan daerah sekitarnya. Di sana, masih tercantum maskot Jakarta itu. Untuk TransJakarta, kayaknya yang ada maskotnya adalah bus tipe lama karena bus tipe baru sekarang berwarna biru dengan tulisan TJ dan gambar kartun abang-none. Kayaknya sih begitu.  

Di buku ini, Sudir banyak bercerita soal karakteristik orang-orang Jakarta, transportasinya, kebanggaan Jakarta (seperti Dufan, ondel-ondel, Monas, hingga Persija), dunia hiburan (dari konser hingga dangdut dorong; dari mal hingga pasar tradisional), kalender Jakarta (di sini Sudir membuat pertanggalan sendiri dari Januari hingga Desember yang disisipi kata-kata macet),patung di Jakarta, bagaimana survive di Jakarta, bonus shio, dan TTS.

Karena judulnya ngubek-ngubek, tentunya Sudir berusaha menelusuri sedalam-dalamnya Jakarta itu seperti apa berdasarkan pengalaman dia. Eh, tau, kan, arti ngubek-ngubek? Kalau belum tahu, silakan liat di kamus.

Buku ini masuk kategori novel komedi karena mungkin ada tokoh utama di kisah ini. Dari gaya bercerita, mungkin bisa dibilang monolog si Sudir dengan gaya bertutur orang kebanyakan alias bukan bahasa formal. Nah, wajar kalau dibilang komedi karena omongan Sudir itu konyol, tapi bermakna hingga membuat saya nyengir dan mesem. Misalnya, ketika Sudir ngomongin anak gaul, karakterisasi: suka pamer, selalu mengikuti tren, kalo ngomong suaranya kenceng, hobi berserikat dan berkumpul; cara menyikapi: yang mereka butuhkan hanyalah perhatian, nggak usah disapa kalo emang enggak kenal. Hihihi. Ya, iyalah. Nah, kalau yang di bawah ini, beda lagi :D.

ABG (Anak Berusaha Gaul): sebelah kiri tipe perempuannya dan sebelah kanan tipe laki-lakinya :D

Soal alat transportasi, jangan ditanya bagaimana Sudir menjelaskannya. Boleh dibilang Sudir menjelaskan alat transportasi itu dari yang masuk akal hingga yang gak masuk akal beserta tata cara menggunakan alat transportasi itu. Yang masuk akal pastinya ada kereta, bus, TransJakarta, angkot, taksi, atau ojek. Kalau bagian ini, mungkin kita paham walau Sudir menjelaskan dengan gayanya yang kocak. Nah, untuk yang gak masuk akal, mungkin macam odong-odong atau kereta gantung. Si Sudir mengategorikan odong-odong sebagai transportasi anak bocah. Jadi, kalau kita-kita mau naik odong-odong, ya siap-siap dipelototin anak-anak bocah, lagi pula odong-odong juga jalannya di tempat. Yang paling ajaib dari kategori Sudir adalah kereta gantung karena kereta gantung cuma ada di TMII dan yang dilihat adalah miniatur Indonesia :D. Sudir memang tidak menganjurkan kita-kita naik transportasi ini dengan alasan yang kocak *nyengir*. Tapi, yang paling cihuy adalah tata cara naik kereta gantung menurut Sudir, yaitu “Pastikan yang digantung adalah kereta, bukan harapan atau status lo. Eeaaaaa ....” Sumpah ini lucu banget.

Sebagai hiburan tambahan, ada halaman-halaman khusus untuk shio dan TTS. Untuk halaman TTS, saya semangat buat ngerjainnya karena kayaknya sih gampang. Tapi, sayang, kotak TTS-nya terlalu kecil buat saya; nomor soal jadi enggak keliatan (atau jangan-jangan mata saya yang minus L). Jadi, saya urung ngerjain TTS-nya. 

Selain kocak, banyak pelajaran dan tips yang bisa diambil dari pengalaman Sudir. Menarik banget karena memang bukunya dikemas dengan gaya komedi sehingga pembacanya enggak bakalan stres.

Buat yang mau tahu soal Jakarta, tapi enggak mau baca buku yang berat isinya, bisa banget baca buku ini. Buat yang sedang menjalani tahap-tahap sulit kehidupan (tsaelaaah), bisa lho baca buku ini sebagai pengalihan dari kehidupan yang suntuk karena memang buku ini dikemas sebagai kisah komedi. Apalagi, didukung oleh ilustrasi kocak si Sudir. Lucu, tapi mengena.

Nice book, Cai!

You Might Also Like

0 komentar