Miss Peregrine’s Home for Peculiar Children: Kisah Anak-anak Unik

September 29, 2016

Saya sudah melihat buku karya Ransom Riggs lama bertengger di toko buku Books and Beyond. Tapi, saya enggan membeli karena saya berpikir, “Ngapain beli buku horor kayak gitu.” Itu pikiran saya saat itu ketika melihat sampul buku Miss Peregrine’s Home for Peculiar Children yang kesannya angker—creepy gitu. Coba deh diperhatiin sampul bukunya yang agak horor dan bikin ngeri.

Seiring waktu, pendapat saya soal kehororan kisah Miss Peregrine ini berubah ketika saya melihat trailer Miss Peregrine. Dari trailernya, kesan horornya enggak kelihatan dan denger-denger kisahnya juga bukan soal hantu, tapi mirip-mirip kisah fantasi. Wuah, kalau begini, mesti baca bukunya sebelum filmnya tayang.

Sampul depan buku yang terlihat creepy 

Saya membeli buku Miss Peregrine’s Home for Peculiar Children tentunya di Books and Beyond. Buku ini terbitan Quirk Books tahun 2013 dan konon buku ini adalah novel pertamanya Ransom Riggs. Saat saya membeli buku ini, versi terjemahannya yang dipegang oleh Gramedia Pustaka Utama belum keluar. Ya, tentunya saya tidak sempat menunggu ditambah lagi daya baca saya lemah dan filmnya akan segera rilis sekitar akhir September 2016. Jadi, ceritanya saya kejar-kejaran waktu antara membaca buku dan rilis filmnya.

Buku ini bercerita mengenai Jacob Portman, remaja berusia 15 tahun, yang sangat terluka setelah tewasnya sang kakek di pinggir hutan belakang rumah. Boleh dibilang hubungan antara Jacob dan Abe—sang kakek—amat dekat. Sang kakek selalu bercerita mengenai masa lalunya ketika ia masih kanak-kanak, ketika ia dikejar-kejar oleh monster, dan ketika ia singgah di sebuah panti asuhan yang penuh dengan anak-anak unik. Apalagi, sang kakek menunjukkan foto-foto dari masa lalu yang dirasa Jacob terlihat ajaib di matanya. Saat itu, Jacob percaya cerita bahwa sang kakek hingga kepercayaannya luntur ketika sang kakek, dulu sekali, ternyata melarikan diri dari kekejaman Nazi, bergabung dengan tentara untuk berperang melawan Nazi, dan hingga kini tinggal di Florida, Amerika Serikat, bukan dikejar-kejar monster seperti yang ia percayai.

Setelah sang kakek tewas, Jacob mendapat wasiat dari sang kakek untuk mencari bird, di loop, di sisi lain pemakaman tua. Awalnya, karena dia menderita trauma akut akibat kematian sang kakek, dia tidak begitu peduli dengan wejangan sang kakek. Toh, dia sudah mencoba menelusuri berbagai hal, tetapi ia sama sekali tidak menemukan petunjuk apa yang dimaksud oleh sang kakek hingga suatu hari ia mendapatkan sebuah surat yang tertuju untuk sang kakek dari seorang perempuan bernama Alma Le Fay Peregrine yang bertempat di Cymru, UK.

Jacob yang penasaran dengan kehidupan masa lalu sang kakek berikut wasiatnya itu memutuskan untuk menghabiskan liburannya di sebuah pulau di Inggris berdasarkan alamat yang ada di surat yang dia temukan. Awalnya, kedua orang tuanya ragu, tetapi berkat izin dari sang terapis dan ditemani oleh sang ayah, Jacob pun berangkat ke pulau tersebut. Di sanalah petualangan Jacob, Miss Peregrine, dan anak-anak unik dimulai ketika monster mengejar mereka dan mengapa sang kakek tewas mengenaskan.

Secara harfiah, peculiar memang diartikan aneh, tapi saya enggan mengartikan peculiar sebagai aneh karena kata ‘aneh’ menurut saya kok memiliki kesan negatif, ya. Padahal, sih, anak-anak yang diceritakan di buku ini enggak aneh-aneh banget. Mereka hanya punya kelebihan yang tidak dimiliki anak-anak pada umumnya. Jadi, menurut saya, para anak peculiar itu adalah anak-anak unik.

Keunikan yang digambarkan di kisah ini macam-macam: ada yang tidak terlihat, ada yang melayang, ada yang bisa menyalakan api, ada yang bisa mengangkat beban yang amat sangat berat, ada yang akrab dengan tanaman, dan masih banyak lagi. Tentunya yang paling istimewa adalah sosok Miss Peregrine sendiri dengan kekuatan di atas rata-rata, yaitu bisa memanipulasi waktu.

"This was Miss Peregrine."

Ketakutan awal saya yang menganggap buku ini adalah cerita horor langsung runtuh ketika saya membacanya. Yap! Buku ini sama sekali bukan berkisah horor, tapi buku yang berbau petualangan fantasi walau disuguhi foto-foto yang seolah-olah bukan fantasi. Ceritanya masih seputar anak biasa yang bukan siapa-siapa yang ternyata anak luar biasa, seperti Jacob. Sepanjang saya membaca buku ini, sama sekali saya enggak merasa ketakutan. Yang ada, saya malah semakin penasaran: sebenarnya ada apa sih sama anak-anak unik ini? Siapa yang mengejar mereka?

Rasa penasaran saya ini didukung oleh alur yang enak dibaca. Ransom Riggs ini menurut saya pandai dalam menyusun kata-kata sehingga ia mampu menjelaskan hal detail, tanpa membosankan. Tentunya, satu hal yang menarik dari buku ini adalah foto-foto yang ditampilkan, termasuk bagian sampul depan yang agak creepy menurut saya. Di bagian lampiran buku, Riggs memberikan keterangan bahwa foto-foto yang ada dalam buku merupakan foto-foto asli, bahkan ia menyebutkan pemilik foto-foto tersebut. Dari manakah Riggs mendapatkan koleksi foto-fotonya? Dalam sebuah wawancara, selain foto dari kolektor, ia juga mendapatkannya lewat flea market dan yard sale. Awalnya, sih, Riggs tidak terlalu berniat untuk mencari foto-foto di tempat-tempat tersebut. Namun, makin lama kok dia merasa bahwa foto-foto jadul yang dia dapatkan itu agak unik alias aneh. Misalnya, foto-foto dengan mata yang enggak ada hitamnya alias putihnya aja lumayan banyak ditemukan. Riggs sih berpikir bahwa mungkin aja waktu foto diambil, yang memegang kamera tangannya goyang sehingga ngeblur dan mata sang objek terlihat putih aja. Seram sih. Tapi, kalau alasannya begitu, mungkin bisa juga terjadi karena memang kadang goyangan tangan ketika mengambil foto susah diprediksi.

Memang, sih, adanya foto-foto tersebut membatasi gerak imajinasi pembaca dalam membayangkan seperti apa tokoh-tokoh yang ada di buku ini. Tapi, untuk sebagian orang, foto-foto tersebut cukup membantu imajinasi mereka, seperti saya. Jadi, saya enggak usah bingung ketika harus membayangkan sosok monster atau seperti apakah sosok para anak-anak unik lainnya karena hampir semua terwakili dengan adanya foto-foto tersebut. Bahkan, Miss Peregrine pun ada fotonya sehingga saya enggak usah repot menerka-nerka seperti apakah sosok itu. Nah, yang gak ada fotonya itu si Jacob—mungkin Jacob anak masa kini. Padahal, kakeknya Jacob—si Abe—ada fotonya saat masih muda. Yang paling saya suka di antara foto-foto yang ditampilkan di buku ini adalah foto-foto kisah cinta Emma dan Abe. Tidak creepy, tapi manis walau tidak happy ending. 

Surat Cinta Emma dan Jawaban Abe :(

Penasaran? Baca, deh, bukunya sebelum filmnya tayang di Indonesia. Recommended!

You Might Also Like

0 komentar