Interlude: Cinta yang Terjeda

Mei 05, 2018

Kisah romance itu selalu menarik, ya, untuk dibaca. Kadang saya berpikir bahwa jarang banget deh novel-novel itu enggak mengangkat kisah romance. Pastinya setiap kisah itu ada genre-nya, tapiii entah genre-nya horor, thriller, atau kriminal, ada terselip kisah romance di dalamnya. Mungkin bukan fokus utama, tapi ada-lah. Soal begini, saya jadi ingat ucapan teman saya. Katanya begini, “Kalau cerita enggak ada kisah romance-nya, kurang seru, Lur.” Saya pun mengamini. Sepertinya hampir tidak ada cerita yang tidak ada kisah cinta.

Saya bukan orang yang tumbuh dengan buku-buku yang bertema cinta. Secara alami, saya berkembang bersama kisah-kisah sihir dan petualangan yang nyatanya juga dibumbui kisah cinta. Dan, di sekeliling saya pun bertebaran kisah-kisah cinta yang aduhai. Coba, perhatikan jejeran buku-buku di rak-rak toko buku yang kebanyakan bicara soal cinta. Beragam judul dengan satu tema—cinta atau romans. Tak terkecuali rak buku saya yang diisi beberapa buku yang bercerita kisah cinta.


Interlude. Satu judul buku yang terselip di rak buku saya. Sebenarnya, buku ini sudah ada sejak lama, tetapi belum tersentuh saja karena banyak buku yang juga antre untuk saya baca :D. Nah, Interlude ini bercerita mengenai sepasang anak manusia: yang satu laki-laki dan satu lagi perempuan. Yang laki-laki bernama Kai, sedangkan yang perempuan bernama Hanna. Kai adalah tipikal bad boy yang menggoda kaum hawa, sedangkan Hanna adalah tipikal anak manis yang berusaha mandiri dan melupakan masa lalu. Pertemuan antara Kai dan Hanna sebenarnya terjadi secara tak sengaja di rooftop gedung apartemen tempat tinggal Hanna yang juga tempat tinggal Gitta—teman satu bandnya Kai. Kai memiliki masalah sendiri, begitu juga Hanna yang memiliki masalahnya sendiri.

Kai merupakan anak bungsu dari ibu yang seorang pengacara dan ayah yang seorang dokter bedah ternama. Kai menempuh pendidikan tinggi bidang hukum di universitas ternama dan jago bermain gitar. Namun, ia terancam drop out karena jarang mengikuti perkuliahan walaupun ia tergolong mahasiswa yang cerdas. Walau keluarganya tergolong keluarga yang sukses, kehidupan di antara mereka tidak selamanya baik. Kehidupan keluarganya menjadi dingin, apalagi setelah orang tuanya pisah ranjang. Di sisi lain, ia tergabung dalam band jazz bernama Second Day Charm dengan posisi gitaris bersama Gitta sang vokalis dan Jun the bassist. Band mereka cukup populer di kalangan pencinta jazz karena sering tampil di kafe-kafe, terutama kafe yang mengusung musik jazz. Impian dari band ini adalah dapat berkarya diusung oleh label rekaman terkemuka.

Sisi Kai berbeda dengan Hanna. Boleh dibilang, Hanna adalah anak manis yang terlihat gugup. Ia merupakan mahasiswa dan teman satu kampus Gitta. Selama setahun, Hanna mengambil cuti dan ketika ia muncul di kampus untuk mengikuti perkuliahan, bisik-bisik pun terdengar di seantero kelas. Hanna memiliki trauma ketika kakak kelasnya yang notabene adalah kakak kelasnya telah memerkosanya. Butuh banyak waktu bagi Hanna untuk bisa bangkit dari bayang-bayang masa lalu. Bahkan, ketika Kai mengungkapkan perasaannya kepada Hanna, Hanna malah menjauh.

Hanna perlu waktu untuk berkontemplasi dengan kehidupannya. Kadang, ia lelah dengan perhatian orang-orang di sekelilingnya. Ia memang memiliki masa-masa suram, tetapi ia ingin bangkit dan menjadi dirinya sendiri hingga suatu saat ia memutuskan membalas cinta Kai yang terjeda beberapa lama.

Membaca Interlude membuat saya berkenalan dengan istilah-istilah jazz—genre musik yang jauh banget dari saya. Kalau dipikir-pikir, kayaknya enggak banget saya mendengarkan jazz :D. Jadi, selain saya disuguhkan kisah cinta antara Kai dan Hanna, saya juga disuguhkan pengetahuan mengenai jazz. Jelas sekali bahwa Windry Ramadhina melakukan riset untuk menulis ini. Bisa jadi, Windry merupakan penyuka jazz sehingga tidak perlu riset panjang untuk menulis kisah ini. Sayangnya, ada kalimat dari salah satu tokoh yang memiliki kesimpulan bahwa penyuka jazz biasanya orang yang cerdas. Huhuhu, apa kabarnya saya? Tapi, kan, itu adalah pendapat, sah-sah aja sih, cuma kadang sedih kalau digeneralisasi.

Kisah yang ingin disampaikan mengalir dengan beberapa bagian yang puitis. Ringan dan enak dinikmati walau ada rasa-rasa buku terjemahan. Terkadang kisah ini terasa datar hingga agak membosankan. Bagi saya, kisahnya enggak terlalu membuat penasaran. Malah yang membuat penasaran itu kalimat-kalimat di deskripsi sampul belakangnya yang ditulis dengan indah.

Namun, untuk penyuka kisah-kisah romantis, buku ini boleh dimasukkan dalam daftar yang ingin dibaca. Kisahnya enggak terlalu menye-menye dan cukup bisa dinikmati sebagai pengisi waktu luang.

Selamat membaca 😊.

You Might Also Like

0 komentar