Perempuan di Titik Nol: Perempuan yang Tidak Banyak Pilihan

April 26, 2025

Nama Nawal El Saadawi dikenal sebagai penulis sekaligus seorang dokter dari Mesir. Sebagai penulis, ia banyak menyorot kisah-kisah perempuan dan kehidupannya. Salah satu karyanya yang banyak dibicarakan adalah Perempuan di Titik Nol dengan tokoh bernama Firdaus.


Firdaus adalah seorang perempuan yang lahir dari keluarga miskin. Ia diajari menjadi seorang perempuan yang harus patuh kepada laki-laki dan tidak boleh membantah. Beberapa kali ia mengalami kekerasan fisik dari sang ayah. Pada suatu hari, ia tinggal dengan pamannya--kebanggaan neneknya--untuk tidak bersamanya. Selama tinggal dengan pamannya, Firdaus dapat menempuh bangku sekolah walau sang paman tidak serta-merta menjadi baik. Dengan pamannya, ia mengalami pelecehan seksual yang kala itu dia tidak menyadarinya. Setelah lulus dari sekolah, Firdaus sempat dinikahkan oleh seorang laki-laki tua yang tiap hari menyiksanya. Karena penyiksaan itu, ia pun kabur hingga ia bertemu dengan mucikari yang memanfaatkannya. Seiring berjalannya waktu, Firdaus kabur dari mucikari dan tetap menjual tubuhnya secara independen. Pada saat itu, ia menjadi perempuan tuna susila kelas tinggi yang banyak diincar para lelaki hidung belang. Namun, ia sempat keluar dari dunia prostitusi dan bekerja kantoran dengan gaji yang tidak sebanding saat ia menjadi pelacur. Ia mencoba berdamai dengan kehidupannya sebagai pekerja biasa, tetapi rasa ketidakadilan kembali mendatanginya hingga ia kembali ke dalam dunia prostitusi, tempat ia dapat melawan ketidakadilan itu. Sayangnya, ada seorang mucikari yang ingin mengendalikan dirinya hingga terpaksa ia harus membunuh mucikari itu. Ujungnya, Firdaus diadili dan menghadapi hukuman mati. Namun, Firdaus tidak gentar dengan hukuman itu. Ia siap menghadapinya karena begitu muak dengan ketidakadilan yang dianggap wajar oleh masyarakat. 

Konon, Firdaus merupakan kisah nyata seorang perempuan di Penjara Qanatir, Mesir, tahun 1974. Kisah tersebut diceritakan kepada Nawal El Saadawi kala sedang melakukan interview kepada narapidana perempuan. Membaca kisahnya seperti menyelami kehidupan Firdaus yang sangat keras dan gambaran perempuan sebagai warga kelas dua dibanding laki-laki. Dari kecil, terasa sekali bahwa Firdaus sebagai perempuan harus mengabdi sebagai anak yang membantu ibunya mengurus rumah tangga. Harus tunduk kepada ayahnya layaknya sang ayah sebagai raja dibanding sang ayah sebagai ayah. 

Ketika remaja pun, Firdaus masih dibayang-bayangi kekerasan dari sang paman. Dianggap sebagai pekerja tanpa upah yang bisa disuruh-suruh. Jika sudah waktunya, sang wali berhak menikahkan Firdaus dengan laki-laki tua yang juga menyiksa Firdaus. Hidup Firdaus seakan digariskan untuk mengabdi. Belum lagi kekerasan yang ia alami dari orang-orang di sekitarnya. Namun, ia melawan. Dengan menjual dirinya, ia merasa bahwa ia bisa mengontrol para lelaki yang selalu merasa dirinya raja. 

Cerita ini seperti memperlihatkan dua sisi kehidupan, yaitu kebaikan dan keburukan. Menjadi pelacur tentu perbuatan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat dan dianggap sebagai perbuatan buruk. Sementara itu, bekerja normal di sebuah kantor merupakan sebuah hal yang baik karena masyarakat dapat menerima hal itu. 


Akan tetapi, bagi Firdaus yang merasakan ketidakadilan dan penindasan sejak masih belia, ia menganggap bahwa menjadi pelacur sebuah hal baik karena dari melacur, ia dapat mengendalikan ego laki-laki, memerintah para laki-laki yang sukarela melakukan apa pun demi dirinya, bahkan memiliki derajat kehidupan yang sangat baik. Sementara itu, ketika menjadi pekerja kantoran, Firdaus malah menemukan ketidakadilan dalam bentuk lain. yaitu upah rendah, tidak boleh banyak mengungkapkan pendapat, pemimpin laki-laki dianggap dari pemimpin perempuan, atau ijazah sangat memengaruhi kelayakan bekerja. Semua itu dianggap ketidakadilan bagi Firdaus. Puncaknya, sebagai perempuan, ia dengan dagu terangkat dan berani menerima hukuman mati tanpa mengajukan grasi karena ia merasa berada di tempat yang benar. 

Buku yang menarik karena pembaca dihadapkan pada sisi di mana hal yang dianggap baik tidak selamanya baik dan hal yang buruk tidak selamanya buruk, tergantung bagaimana kita memandangnya. 

Selamat membaca.   

You Might Also Like

0 komentar