Everything is Illuminated (Film): Menelusuri Jejak Masa Lalu Safran Foer
Juli 23, 2016
poster film Everything is Illuminated
I have reflected many times upon our rigid search. It has shown me that
everything is illuminated in the light of the past. It is always along the side
of us, on the inside, looking out. Like you say, inside out. Jonathan, in this
way, I will always be along the side of your life. And you will always be along
the side of mine.
Film ini merupakan besutan Liv Schreiber yang selain sebagai sutradara,
dia juga berperan sebagai screenwriter. Kalau nama Schreiber kurang familiar di
telinga Anda, pastinya masih ingat pemeran Ray Donovan dalam miniseries yang
judulnya sama atau pemeran Ted Winter, tandemnya Angelina Jolie, di film
Salt. Film ini merupakan adaptasi dari novel dengan judul sama karya Jonathan
Safran Foer dan masuk kategori drama biografi si Foer sendiri karena memang
tokoh utama dalam film ini adalah si Jonathan yang diperankan oleh Elijah Wood. FYI, saya belum membaca bukunya :D.
Film ini berkisah tentang Jonathan Safran Foer, seorang Yahudi Amerika,
yang sengaja datang ke Ukraina untuk menelusuri jejak keluarga kakeknya. Di
Ukraina, Jonathan mengikuti Jews Heritage Tour yang dikelola oleh sebuah
keluarga. Jonathan pun dipandu oleh kakek yang terlihat antisemit dan cucunya
yang bernama Alex yang sangat Amerikais. Karena Amerikais, dia adalah
translator antara Jonathan dan orang-orang di Ukraina, termasuk sang kakek. Sebenarnya,
travel yang dipilih Jonathan ini gak canggih-canggih amat, malah cenderung
tidak terkoordinasi dan tidak berpengetahuan layaknya sebuah agen travel.
Pernah suatu kali mereka nyasar entah di mana, bukannya si kakek dan Alex yang
seharusnya bertanggung jawab, mereka malah bertanya kepada Jonathan yang hanya
punya panduan peta yang dia sendiri pun enggak yakin membacanya. Setelah melewati
jalan-jalan di Ukraina yang panjang, akhirnya mereka tiba di sebuah tempat
bernama Trachimbrod yang konon merupakan kota kecil di Ukraina yang sudah
dihapus dari peta.
Di Trachimbrod ini, mereka bertemu dengan seorang perempuan tua (bernama Lista) yang ternyata saudara perempuan Agustina. Si Agustina ini adalah istri
dari Safran, kakeknya Jonathan. Namun, Jonathan selamat dari pembunuhan Nazi
karena dia sudah pergi lebih dulu ke Amerika, sedangkan Agustina tewas
tertembak di tangan Nazi. Kemudian, Lista mengajak mereka pergi ke monumen
Trachimbrod. Di sanalah dia bercerita mengenai kekejaman Nazi kepada penduduk
Trachimbrod. Pada akhirnya, apa yang diinginkan oleh Jonathan dalam
pencariannya pun sudah ia dapatkan. Begitu juga dengan Alex dan kakeknya.
Secara tak sengaja, kisah yang terbuka untuk Jonathan, juga terbuka untuk Alex
dan kakeknya hingga sang kakek pun mengakhiri hidupnya.
Kisah di film ini memang sederhana, tetapi sederhana yang bagus. Gak
salah kalau Video Ezy meletakkan film ini di jejeran film-film rekomendasi
karena kisah yang sederhana dibuat menjadi begitu luar biasa. Etapi, masih
ngerti, kan, apa itu Video Ezy? Hehehe. Untuk anak-anak 90-an biasanya ngerti
banget apa itu Video Ezy :D.
Kalau boleh saya bilang, film ini dikategorikan sebagai film pencarian
jati diri. Pencarian diri dari Jonathan serta pencarian diri Alex dan kakeknya.
Setelah mereka menemukan siapa sebenarnya diri mereka, mereka sadar bahwa
mereka saling terkoneksi. Nazi dan perang yang membuat segalanya menjadi begitu
menyedihkan dan menyakitkan. Dengan kejam, mereka memaksa orang untuk berpisah
dari orang-orang yang dikasihi. Beruntung bahwa Lista bisa selamat dari
kekejaman Nazi walau dia terlihat masih diliputi keragu-raguan jika bertemu
dengan orang baru. Bahkan, Lista begitu ragu-ragu dan akhirnya menolak naik
mobil untuk mengantar rombongan tersebut ke monumen Trachimbrod. Lista jalan
kaki, sedangkan Jonathan, Alex, dan si kakek mengikutinya dengan mobil dari
belakang. Ketika rombongan akan meninggalkan Lista dan Trachimbrod, Lista
bertanya lagi, “Apakah perang sudah selesai?” Pertanyaan yang membuat saya terdiam sejenak,
begitu juga Jonathan, Alex, dan si kakek.
Sebenarnya, film ini bukan tergolong film berat menurut saya. Ringan sebenarnya,
tetapi ada bagian-bagian kisah yang memang agak miris, ironis, dan satire hingga kita
diajak untuk berpikir. Film ini juga dikemasnya enggak serius-serius amat karena
dibalut dengan musik yang terdengar jenaka dan pengambilan gambar yang bagus
karena menunjukkan landscape-nya Ukraina. Kalau yang udah pernah nonton film
Mr. Bean’s Holiday dengan latar landscape-nya Prancis; mungkin akan merasa
dejavu karena landscape yang ditampilkan enggak jauh berbeda. Mirip-miriplah.
Apalagi ketika mereka tiba di rumah Lista yang kanan, kiri, depan, belakang
dikelilingi oleh pohon bunga matahari. Bagus banget.
Sebelumnya saya bilang musiknya terdengar jenaka itu bukan musik kartun
ya, seperti musiknya Pink Panther. Bukan jenaka juga sih, tetapi musik yang ringan dengan instrumen tertentu yang sebenarnya kental dengan unsur folk. Ya, kebanyakan dari film ini memang menampilkan
unsur musik folk. Musiknya
digarap oleh Paul Cantelon yang meramunya dengan sentuhan-sentuhan musik tradisional Ukraina. Mau dengar?
Konon, lirik lagunya merupakan puisi dari Alexander Pushkin—seorang penyair
Rusia—yang berjudul “To A.P. Kern”. Intermeso sebentar, puisi dengan judul ini
sebenarnya ditujukan oleh Alexander Pushkin kepada kasih tak sampainya, Anna
Petrovna Kern. Tapi, namanya juga puisi, banyak interpretasi. Jadi, ajeknya
belum tahu sebenarnya puisi ini buat siapa. Yang jelas, puisi ini tentang cinta karena Pushkin memang terkenal sebagai penyair romantis *ehem*.
Overall, film ini—lagi-lagi—saya katakan sih bagus banget. Film
rekomendasi yang patut ditonton. Ceritanya ringan dan enak juga lihat. Sayangnya,
film ini gak masuk box office karena pendapatannya gak sesuai budget, padahal
penghargaannya lumayan dan bagi sebagian orang, film ini merupakan pencerahan
untuk mereka.
Buat yang penasaran sama film ini, silakan mantengin HBO dan kawan-kawannya. Siapa tahu film ini
diputar lagi J.
0 komentar