Journey to Andalusia (Jelajah Tiga Daulah): Menelusuri Jejak Kejayaan Islam di Spanyol
Februari 16, 2017
Andalusia. Ketika mendengar nama ini, saya langsung teringat dengan
Thariq bin Ziyad, Alhambra, Giblartar, dan Spanyol. Yup! Andalusia ada di
Spanyol dan pernah menjadi pusat kejayaan Islam di tanah Eropa selama beberapa
ratus tahun. Namanya tetap berkibar di Spanyol sana, tetapi kejayaan Islam
malah tenggelam dan mungkin memudar.
Dibanding Italia, Spanyol tidak terlalu menarik minat saya untuk negara
yang masuk dalam daftar negara yang pengeeen banget dikunjungi. Spanyol agak
kalah pamor—bagi saya yaa. Mungkin, karena saya tumbuh bersama Liga Italia Seri
A yang tayang setiap Minggu malam sekitar pukul 9 di RCTI, saya merasa Italia
lebih kece dibanding Spanyol. Di kepala saya, klub sepak bola Spanyol hanya ada
dua, yaitu Real Madrid dan Barcelona, selebihnya saya enggak tahu :D. Beda
banget sama klub sepak bola Italia yang lebih beragam namanya dan kelas-kelasnya.
Spanyol itu—walau negaranya mirip Italia—kecenderungannya lebih enggak populer,
miriplah kayak Portugal (padahal Portugal pernah bersentuhan dengan Indonesia).
Yang menarik dari Spanyol adalah bahasanya. Itu pun bukan karena saya
keseringan nonton acara televisi Spanyol, tapi karena saya nonton telenovela
dan Dora the Explorer—program televisi yang bukan diproduksi oleh Spanyol,
tetapi milik Amerika Latin. Hingga suatu hari, saya sirik dengan teman saya
yang tiba-tiba ke Spanyol—ke Barcelona—karena tulisannya termasuk salah satu
yang terbaik. Melihat foto dan cerita yang dia bagikan kepada saya, rasa mupeng
tingkat tinggi menjalar di pikiran saya. Oke, jika ada rezeki berlebih, suatu
saat saya akan mengunjungi Spanyol, apalagi di sana pernah menjadi pusat
kebudayaan Islam, pastilah ada jejak-jejaknya. Ah, pasti seru banget.
Dan, kemudian, bertemulah saya dengan buku travelling Journey to Andalusia: Jelajah Tiga Daulah
karya Marfuah Panji Astuti yang dikenal dengan nama Uttiek Herlambang. Buku ini
baru saja diluncurkan pada 21 Januari 2017 yang lalu oleh Penerbit BIP
(kelompok Gramedia). Jadi, masih fresh banget. FYI, tulisan buku ini merupakan
tulisan Mba Uttiek di blognya (uttiek.blogspot.com) yang rencananya akan masuk
dalam seri Jelajah Tiga Daulah. Journey to Andalusia adalah buku
pertama, sedangkan rencananya buku kedua dan ketiga adalah Journey to the Greatest Ottoman dan Journey to Abbasiyah.
Berbeda dengan buku travel yang pernah saya baca, perjalanan Mba Uttiek
ini dilalui lewat paket tour, bukan tour mandiri ala backpacker. Memang, sih,
ikutan paket tour model begini bayarnya lebih mahal dibanding backpacker, tapi
enggak perlu mikir berat, cukup ikuti jadwal yang sudah dikasih travel, kita
sudah bisa jalan-jalan sambil ongkang-ongkang kaki. Namun, masalahnya, kalo ikutan paket tour, waktu kita
sering kali dibatasi dibanding tour ala backpacker. Tapi, kalau saya boleh
memilih, saya akan ikutan tour karena biar gak terlalu mikir berat. Hahaha.
Apalagi, buat tipe kayak saya yang bukan traveller banget, apalagi petualang :D.
Sebelum tiba di Andalusia, Spanyol, Mba Uttiek memulainya dari Maroko.
Kota pertama yang disinggahi adalah Cassablanca. Kenapa harus lewat Maroko
dulu? Karena Mba Uttiek ingin menapaktilasi jejak petualangan Musa bin Nushair
dan Thariq bin Ziyad ketika menaklukkan Semenanjung Iberia. Jadi, rutenya
adalah Cassablanca, Rabat, Fes, Tangier, nyeberang Selat Gibraltar, Tarifa,
lalu masuk Andalusia, Spanyol. Nah, apa yang ditemukan di Cassablanca ini? Yang
jelas banyak kedai kopi cantik buat kongkow-kongkow cantik juga dan di kedai kopi
ini juga bisa dipesan teh khas Maroko, yaitu teh mint yang konon seger banget.
Perjalanan Mba Uttiek beserta rombongan tour berlanjut ke ikon-ikon
Maroko lainnya, seperti Masjid Hassan II, Place Muhammed V, Poste Maroc, Istana
Raja Muhammad VI, Pemakaman Raja yang berlapis marmer, kota Fes yang ada
Universitas Al-Qarawiyyin (universitas tertua di dunia sebelum Al-Azhar dan
Oxford), hingga Tangier sebelum menyeberang ke Spanyol. Di Spanyol, perjalanan
Mba Uttiek dilanjutkan menuju ikon-ikon Andalusia, seperti Benteng Alcazaba,
Alhambra, Jannah Al Arif, Kompleks Albayzin, Masjid Cordoba, jembatan Al-Jisr,
Calleja De La Flores, Toledo, Santiago Bernabeu, Plaza de Espana, Palacio Real,
dan menonton tarian Flamenco yang konon disebut tarian duka.
Seperti kebanyakan buku travel yang pernah saya baca, buku ini juga
berusaha menggambarkan destinasi yang disinggahi lengkap dengan foto-fotonya. Misalnya,
ketika Mba Uttiek menggambarkan indahnya kaligrafi di Masjid Hassan II yang
membuat saya terpana atau indahnya kalimat pujian kepada Allah di Masjid
Cordoba yang membuat saya terharu. Selain itu, dijelaskan juga soal biaya yang
dikeluarkan selama mengikuti perjalanan ini beserta harga-harga yang mungkin
dikeluarkan untuk tiket masuk, jajan, atau beli oleh-oleh. Gak hanya itu, ada juga
tips and trick yang diberikan oleh Mba Uttiek untuk moslem traveller, terutama
yang pakai hijab—seperti saya, misalnya hijab yang digunakan ketika
mengikuti perjalanan di Maroko dan Andalusia sebaiknya jilbab langsung, bukan
jilbab heboh yang pentulnya di mana-mana. Ini sih lebih pada masalah kepraktisan ya.
Tapi, yang jelas, intinya adalah kenyamanan memakai jilbab. Ya, kalau enggak
nyaman pakai jilbab langsung, ya enggak usah dipakai, tapi ya enggak usah juga pakai jilbab heboh. Sederhana aja. Kemudian, tips lainnya adalah
memilih maskapai penerbangan. Kalau bisa, pilihlah maskapai yang kemungkinan
besar menawarkan menu halal, seperti Garuda Indonesia, Qatar Airways, atau
Emirates. Nah, ini yang perlu dicatat.
Kalau melihat secara keseluruhan, buku ini sebenarnya tidak hanya
menyajikan kisah travelling si Mba Uttiek, tapi juga sejarah bagaimana Islam
ada di negeri Spanyol. Untuk saya yang pengetahuan sejarah Islamnya minim, buku
ini seperti pengantar untuk mengenal sejarah Islam. Memang, sih, judulnya buku
travel, tapi saya merasa buku ini lebih banyak menyinggung sejarah Islam di
Andalusia. Saya jadi tahu siapa Thariq bin Ziyad yang ternyata keturunan suku
Berber, bangga kepada Ibnu Batutah bahwa ia adalah traveller sejati sebelum orang-orang
Barat melakukan penjelajahan untuk menjajah, lebih hormat kepada Ibnu Rusydi
yang membuat dunia tercerahkan lewat pemikirannya, atau terpukau kepada Abul
Qasim Khalaf bin Abbas az-Zahrawi yang mampu menghentikan pendarahan ketika
melakukan operasi pembedahan tengkorak manusia pada masa itu. Saya terpana
ketika Mba Uttiek menjelaskan bahwa Islam memberikan pencerahan kepada Eropa di
Spanyol ketika bangsa Eropa di belahan lainnya sedang mengalami masa kegelapan.
“Para alim itu menghasilkan temuannya untuk membuktikan keagungan Allah dan menunjukkan betapa kerdilnya manusia dibanding keluasan ilmu Allah. Tidak ada sedikit pun keinginan di benak mereka untuk menyimpan rapat atau memiliki sendiri, tanpa mau berbagi dengan yang lain. Mereka akan mengajarkan pada siapa pun yang menginginkan, bukan karena ingin termahsyur dan diakui kehebatannya, namun semata mereka mengimani. Setelah manusia meninggal, semua amalan anak Adam akan terputus, kecuali tiga perkara. Salah satunya adalah ilmu yang bermanfaat. Terbukti, ilmu mereka masih dimanfaatkan manusia hingga berabad kemudian.”
Namun, saya langsung mewek ketika Sultan Boabdil, sultan terakhir
kerajaan Granada, terpaksa menyerahkan kunci gerbang kota kepada Ferdinand dan
Isabella yang pasukannya sudah mengepung Granada. Dan, saya semakin mewek
ketika membaca perlakuan Ferdinand dan Isabella kepada para muslim di Granada. Kala
itu, muslim diberikan tiga pilihan, yaitu tetap Islam dan dibunuh; dimurtadkan;
atau diusir dari Granada. Padahal, mereka berdua berjanji akan memperlakukan
para muslim dengan baik. Tapi, pembersihan muslim pun terjadi. Genosida. Dan, yang
paling bikin ngeri ketika Mba Uttiek menuliskan bahwa ada catatan harian seorang
perwira dari pasukan Napoleon yang bernama Kolonel J.J. Lehmanowsky gemetar dan
nyaris pingsan ketika menemukan alat-alat penyiksaan untuk mereka yang
diam-diam masih menganut Islam, salah satunya iron maiden. Kalau membaca
penjelasan iron maiden itu seperti apa, saya teringat film Sleepy Hollow besutan Tim
Burton yang diperankan oleh Johnny Depp. Ketika itu, tokoh Crane (Johnny Depp)
bermimpi ibunya dimasukkan ke dalam peti besi yang isinya benda tajam kayak
pisau. Jadi, ketika peti dibuka, yang keluar hanya darah dari tubuh yang sudah tertusuk. Ah, sadis banget.
Bagi saya, ketika membaca buku ini, emosi saya agak teraduk. Tulisan Mba
Uttiek berhasil membawa saya kepikiran dengan kegemilangan masa kejayaan Islam
di Andalusia serta masa paling suram ketika kekhilafahan Islam jatuh di tangan
Ferdinand dan Isabella. Genosida—kata yang membuat saya termehek-mehek ketika
kepikiran dengan nasib para muslim pada saat itu. Seperti disebutkan dalam
drama tragedi karya Heinrich Heine berjudul Almansor,
“Where they burn books, they will ultimately burn people as well.”
Tentunya, ini buku yang menarik. Gak hanya menampilkan kisah travelling,
tetapi sejarah yang melingkupinya. Sejarahnya pun bukan sejarah versi sana yang
masih terasa sinis dengan Islam, tetapi sejarah dari sumber lain yang lebih
adem :D. Recommended untuk dibaca
walau harga bukunya agak mahal ketimbang buku travelling lain yang pernah saya
baca—mungkin karena halamannya hampir full berwarna. But, don’t judge a book by
its price—jangan menilai buku dari harganya karena isinya jauh lebih berharga
dari harga buku itu sendiri :D.
Selamat membaca!
Keren, kaaan? *kasih jempol 2*
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
*Tulisan ini disertakan dalam Lomba Blog Review yang diadakan oleh Penerbit BIP (Bhuana Ilmu Populer) periode 21 Januari--22 Februari 2017. Alhamdulillah, tulisan ini mendapat juara dua :). Makasiii Penerbit BIP. Mau tahu hadiahnya apa? Sila ditengok foto berikut :).Keren, kaaan? *kasih jempol 2*
5 komentar
Ketempat yang benar-benar baru memang bagusnya via travel menurutku, biar nggak bingung mau kemana dan transportasi rute mesti gimana. Nanti setelahnya baru jalan-jalan sendiri :) Yuk ke Andalusia!
BalasHapushttp://theboochconsultant.blogspot.co.id/2017/02/5-alasan-mengapa-kamu-harus-baca-sastra.html?m=1
Ya, bener banget. Biar ga terlalu banyak mikir juga hahaha. Makasi udah berkunjung yaa. Yuk mari ke Andalusia :D
HapusBuku kedua sdh terbit lho
BalasHapusJourney to the Greatest ottoman
Bisa dipesan via WA bersama tanda tangan penulisnya ke 08111 606 111
Iyaa, terima kasih infonya
HapusBuku kedua sdh terbit lho
BalasHapusJourney to the Greatest ottoman
Bisa dipesan via WA bersama tanda tangan penulisnya ke 08111 606 111