Happily Ever After: Cinta di antara Kehilangan
Juli 26, 2017
Life’s a mystery.
Full of twists
and turns.
Do not dwell on the past for it is done.
Embrace the future.
—anonymous
Jodoh, rezeki, dan maut ada di tangan Tuhan. Yap! Saya percaya itu karena
kita enggak akan pernah tahu seperti apa jodoh, rezeki, atau maut yang akan
menghampiri. Mungkin, beberapa di antara kita pernah mengklaim bahwa mereka
dapat melihat ke depan, tetapi who knows? Life is always changing. Enggak ada
yang bisa menjamin kehidupan manusia ke depannya. Bisa jadi, dia malah berada
di jalur yang untung; bisa jadi juga di jalur yang buntung.
Tahu kisah Oedipus, kan? Si raja—bapaknya Oedipus—percaya banget dengan ramalan
bahwa dia akan dibunuh oleh anaknya sendiri hingga si Oedipus diasingkan. Tapi,
pengasingan itu malah membuat ramalan yang seharusnya bisa dihindari malah
balik menyerangnya. Seandainya si raja enggak terlalu percaya dengan ramalan,
mungkin keluarganya akan baik-baik saja dan tidak berakhir sebagai sebuah
tragedi walau ada kemungkinan bisa juga berakhir dengan tragedi. Kadang apa
yang sudah digariskan itu memang susah untuk dihindari dan konon memang sudah
tertulis. Tinggal bagaimana kita menyikapinya.
Seperti kisah Lulu dalam Happily Ever After yang diterbitkan Gagas Media
tahun 2014. Kisah ini ditulis oleh Winna Efendi yang namanya melejit lewat
Refrain. Gak heran kalau di Happily Ever After, Winna tetap memakai latar
sekolah yang sama, yaitu sekolah Harapan dan Pelita. Karena latarnya sekolah,
tentunya tokoh Lulu adalah anak SMA yang bisa dibilang agak nyentrik. Apa
sebab? Lulu ini bukan cewek populer di sekolahnya dengan hobi yang senang
banget membaca buku dibanding teman-teman sekolahnya.
Lulu amat menyayangi dan bangga dengan sang ayah. Bagi Lulu, ayah adalah
kepala keluarga, pendongeng, dan sahabatnya yang paling baik. Jika dia ditanya
apa cita-citanya ketika besar nanti, dia selalu menjawab bahwa dia akan menjadi
seperti ayah. Suatu hari, sang ayah didiagnosis menderita kanker hati dan diagnosis
itu membuat Lulu bersedih.
Di sisi lain, pergaulan Lulu di sekolah juga tidak lebih baik. Karin—sahabat
masa kecilnya—masih memusuhi dia. Sebutan yang melekat untuk Lulu adalah
Lucifer. Seharusnya, bukan Karin yang berhak memusuhi Lulu, tetapi Lulu-lah
yang berhak memusuhi Karin karena Karin merebut Ezra—pacarnya. Namun, Karin
terlihat lebih superior dibanding Lulu karena Karin sudah menjadi salah satu
anggota geng populer di sekolahnya.
Dalam masa pengobatan sang ayah, Lulu harus bolak-balik ke rumah sakit
dan di sinilah dia bertemu dengan Elliot—pasien kanker otak yang usianya sama
dengan dia. Dengan Elliot, Lulu merasa memiliki teman dan lebih berempati
dengan pasien kanker. Lama-kelamaan, hubungan pertemanan antara Lulu dan Elliot
pun berkembang. Elliot tanpa ragu menunjukkan rasa sukanya kepada Lulu, begitu
juga dengan Lulu. Namun, hubungan mereka berubah ketika ayah meninggal dunia
karena penyakitnya. Bertemu dengan Elliot akan membuat Lulu semakin teringat
dengan ayahnya hingga Lulu butuh waktu untuk sendiri dan menjauh dari Elliot.
Karena Mia—adik Elliot—Lulu sadar bahwa dia juga menyayangi Elliot dan
berusaha untuk mengejar orang yang dia sayang itu. Di sisi yang lain, Karin
akhirnya bicara dengan Lulu dan bercerita mengapa dia harus memutuskan
persahabatan mereka. Pada akhirnya, dalam kehilangan yang amat dalam, Lulu pun
menemukan jawaban atas semua pertanyaan yang dia cari.
Sama seperti Refrain, Winna
Efendi kembali menampilkan kisah yang manis. Mungkin, kisah yang manis ini
merupakan ciri khas Winna dalam bercerita. Kisahnya enggak terlalu berat
memang, tetapi semua unsur dalam kisah fiksi sudah dimiliki semua sehingga
mengalir dan enak dibaca. Namun, ada rasa terjemahan di kisah ini :D, apalagi
ketika bicara sekolah Elliot yang entah beneran ada seperti itu atau hanya
imajinasi yang dibesar-besarkan :D.
Sebagai sebuah kisah, tentu ada pesan yang ingin disampaikan oleh
pengarang. Di kisah ini, tema besar yang ingin diangkat tentu kehilangan yang
mungkin bisa mengubah hidup seseorang. Kehilangan itu berwujud dalam bentuk
penyakit, cinta, atau bahkan persahabatan. Di sini, saya jadi tahu seperti apa
sih kanker hati itu. Tahap-tahap apa yang dilakukan oleh penderitanya dan
berapa banyak kemungkinan pasien akan sembuh. Seperti apa cinta yang tiba-tiba
hilang atau bagaimana musuh paling besar dalam hidup adalah sahabat sendiri.
Pada akhirnya, Lulu memang harus kehilangan sosok yang paling
disayang—ayah, Ezra, dan Karin. Akan tetapi, dia bisa menemukan sosok yang
dapat mengobati rasa kehilangannya, yaitu Elliot.
Sorry for being spoiler.
0 komentar