Pembajakan Buku yang Bikin Resah
Oktober 27, 2019
Ketika melihat satu thread Mizan.com di twitter soal pembajakan buku,
saya terkesima, “Wow, sebegitunya ya dunia pembajakan buku di negeri ini.” Bukan
tanpa alasan saya terkesima begitu membaca thread Mizan. Bayangkan ya, di suatu
kota di Jawa Tengah mengadakan bazar buku murah yang isinya buku bajakan semua
lengkap dengan promosi diskon gede-gedean. Wow!
sumber: instagram/nulur |
Harga murah memang menjadi faktor menarik untuk kebanyakan konsumen
seperti saya. Apalagi jika murah dan berkualitas. Beuh, pasti ada rasa bangga
ketika ngedapetinnya. Begitu juga dengan buku. Setiap ada book fair,
iming-iming diskon bertebaran di penjuru stand yang berpartisipasi. Mulai dari
buku yang harganya Rp5.000 hingga buku yang hanya didiskon 10% dari harga
normal. Tapi, dengan diskon dari penerbit resmi, mengapa masih ada pembajakan?
Saya tinggal di ibu kota yang diberikan keistimewaan dengan segala akses yang
mudah, salah satunya buku. Di Jakarta, bookfair diadakan beberapa kali, toko
buku besar sudah menjamur di mal-mal, toko buku online juga banyak, toko-toko
buku lapak juga bertebaran, belum lagi setiap penerbit besar memiliki website
khusus jualan buku terbitan mereka. Porosnya, tentunya Jakarta. Nah, biasanya
yang mengandung embel-embel online harganya lebih miring dibanding belanja di
toko buku besar yang ada di mal. Well, I wanna say, mendapatkan buku dengan harga
miring itu sebenarnya mudah, tapiiii mungkin hanya untuk orang-orang yang
tinggal di kota-kota besar, bukan kota-kota yang gak terlalu besar.
Sebenarnya, dengan adanya toko online, kebutuhan untuk membeli buku asli lebih
bisa diakomodasi. Namun, kendalanya ya biaya ongkir yang kadang lebih besar
dari potongan harga buku. Mau enggak mau tunggulah momen ketika toko buku
online memberikan promo gratis ongkir atau promo-promo lainnya yang memangkas
harga buku menjadi lebih murah dibanding harga normal.
Harga buku memang cenderung merangkak naik sama seperti kebutuhan lainnya
yang juga naik. Kalau diperhatikan, buku bagus dengan ketebalan halaman yang
standar ada di kisaran harga 70—80 ribu. Jarang banget mendapatkan buku cakep,
bagus, dan ketebalan standar ada di kisaran harga 50ribuan. Saya pernah niat
banget membeli buku tulisan perjalanan yang harganya kisaran 100ribu-an,
padahal ketebalan halamannya biasa banget. Mahal memang, tapi saya pun berpikir,
mungkin beban produksinya besar secara buku tersebut full color karena ada
foto-foto lokasi yang kalau diperhatikan gak bagus-bagus amat :D.
Soal produksi, saya pernah diberi tahu sekilas bagaimana sebuah naskah
itu bisa menjadi sebuah buku. Prosesnya enggak gampang dan tentunya ada biaya
yang membuat ekspresi saya begini, “Oh, ya?” Berapa persen untuk honorarium
penulis, berapa persen untuk produksi, berapa persen untuk promosi, berapa
persen untuk bisa masuk display rak paling depan di toko buku, dan lain-lain.
Panjang dan enggak mudah ya untuk menentukan harga satu buku di pasaran.
Lalu, ketika sebuah buku yang dilahirkan lewat proses yang panjang itu dibajak,
rasanya ingin marah, terutama para penerbit buku, penulis, dan orang-orang yang
terlibat dalam proses produksinya. Pembajakan itu seperti momok dalam dunia penerbitan
yang dari dulu hingga sekarang enggak ada habis-habisnya. Entah bagaimana sepertinya
dari dulu yaa enggak ada solusi yang tepat untuk mengatasi masalah pembajakan
buku. Kayaknya saya juga enggak pernah mendengar tuh adanya razia buku bajakan;
yang ada malah razia buku-buku berbau “kiri” atau razia DVD bajakan di mal-mal
oleh petugas yang berwenang ketika DVD bajakan mengalami masa keemasannya :D. Kalau
dipikir-pikir, pembajakan buku itu seperti sebuah pemakluman. Tak ada penyelesaian
yang mumpuni dari yang berwenang untuk mengatasi masalah ini.
Nah, kalau begini, balik lagi ke penerbit sebagai produsen buku yang
mengedukasi masyarakat pembaca supaya enggak beli buku bajakan. Corongnya harus
banyak supaya masyarakat bisa melek informasi, mana buku bajakan dan mana buku
asli. Tapi, ya, lagi-lagi masyarakat pembaca itu tetap konsumen yang gampang
tergiur harga murah dibanding kesadaran apakah buku itu asli atau bajakan. Kalau
yang begini, menurut saya sih balik lagi ke diri masing-masing individu karena
setiap orang punya nilai-nilai sendiri.
Untuk saya—sebagai penikmat buku—membeli buku asli itu adalah kebanggaan
karena tidak hanya saya ikut meminimalisasi pembajakan buku, tetapi saya juga ikut
mendukung para penulis untuk tetap berkarya.
Yuks, beli buku asli 😊
0 komentar