si tokoh utama

Desember 02, 2007

Waduh, rasanya badan pegal-pegal seharian menatap monitor komputer. Pekerjaan rumah alias PR belum selesai dan besok sudah mulai kuliah lagi. Huh...banyak buku yang belum sempet dibaca karena setiap pulang kuliah ingin rasanya cepat-cepat tidur. Lusanya saya mau presentasi yang membuat saya selalu gemetaran. Minggu depannya saya sudah mulai ujian akhir semester. Wuiih...waktu rasanya cepet banget berlalu. Padahal, akhir Agustus kemaren, saya selalu gak bisa tenang dan dada selalu deg-degan, apalagi pas masuk kuliah. Untungnya, teman-teman sekelas tidak "seseram" yang saya bayangkan. Akhirnya, saya bisa juga bernapas lega di sela lari maraton karena tugas yang menumpuk. Berat memang, tapi tak apa, demi cita-cita.

Hari ini, ketika sebagian PR sudah saya kerjakan, saya iseng mencari-cari hiburan. Biasanya nonton tipi atau main internet. Namun, berhubung malas nonton tipi yang acaranya selalu monoton dan internet yang sedang offline, saya mengambil buku yang saya pinjam dari teman saya beberapa bulan yang lalu. Sebagai anak sastra, saya merasa terpanggil untuk membacanya karena buku itu banyak dipuji orang dan banyak dibaca orang. Jadi, tak heran kalau ada tulisan Best Seller di depannya.

Di suatu waktu, sahabat saya berkata, "Buku itu tidak terlalu bagus, kesan mengguruinya terasa banget di setiap lembar-lembar tulisan itu." Jadi, ia pun enggan membaca cerita itu. Di sisi lain, saya penasaran dengan buku itu, seperti apakah kesan menggurui yang ada di sana? Lalu, saya tanya ke sepupu saya tentang novel itu. Katanya, "Aduuhhh, kak, ceritanya baguusss banget." Kala itu, saya hanya tersenyum karena saya lebih percaya kepada sahabat saya yang memang ahli sastra dan tidak pro siapa-siapa. Nah, ketika saya masuk kuliah di ilmu sosial, saya bertanya kepada teman yang pernah membacanya. Katanya, "Ceritanya bagus!" Pada saat itu, saya hanya mengangguk. Jawaban teman yang ahli sastra itu terngiang-ngiang di kepala saya.


Karena penasaran, saya mulai membaca buku itu. Hmm, deskripsi awal yang sangat bagus untuk sebuah cerita. Lalu, mulailah muncul kata-kata yang dilontarkan sahabat saya yang ahli sastra dan tidak pro kepada siapa-siapa. Menurut saya, buku akan dianggap bagus jika si pembacanya adalah pembaca yang pro terhadap satu hal tertentu. Jika kita tertarik terhadap sesuatu, kita pasti akan membacanya dengan hati yang menggebu-gebu. Namun, saya sependapat dengan sahabat saya yang ahli sastra dan tidak pro kepada siapa-siapa. Cerita itu banyak menggurui. Ajaran-ajarannya terlalu gamblang ditampilkan. Akan tetapi, saya tidak seperti sahabat saya yang ahli sastra dan tidak pro kepada siapa-siapa itu, saya tetap melanjutkan cerita walau dengan beberapa halaman yang perlu saya lompati karena cerita terlalu membosankan. Begitu banyak gambaran keseharian tokoh utama yang digambarkan dengan sangat-sangat detail sehingga saya perlu melompat ke halaman-halaman berikutnya, seperti hari ini si tokoh utama membuka pintu, kemudian menutup pintu, lalu masuk kamar, lalu tidur sebentar, lalu mandi, lalu..., lalu..., lalu...

Saya agak penasaran juga dengan sang tokoh utama. Apakah ada? Mungkin ada, mungkin juga tidak. Atau, mungkin semua mahasiswa Indonesia di Kairo juga seperti dia? Bisa saja. Si tokoh utama itu digambarkan sebagai sosok yang baik, tampan, cerdas, terpandang (karena sedang S2 dan akan lanjut S3), mempunyai perencanaan hidup yang matang, sayang kepada keluarga, sangat meneladani ajaran-ajaran Nabi, memperlakukan perempuan dengan terhormat, membela kebenaran, dan masih banyak lagi kesan positif yang ada dalam diri si tokoh. Seperti membaca hikayat-hikayat lama yang menampilkan tokoh utama sebagai tokoh yang "putih" yang tak ternoda sama sekali. Empat perempuan yang berbeda-beda latar belakang begitu jatuh cinta kepadanya dan ingin menjadikan dirinya suami yang tercinta. Mulai dari perempuan Indonesia yang ditinggal kawin oleh tokoh utama. Cinta gadis ABG yang dipaksa ditolak oleh tokoh utama. Hingga si tokoh utama yang memilih seorang perempuan Jerman yang berdarah Turki dan Palestina. Lalu, dicintai seorang perempuan Mesir yang berlainan agama dan akhirnya menikahinya (setelah seagama dengan tokoh utama). Wah, pasti si tokoh utama sangat mempesona karena dikejar-kejar empat perempuan dalam satu waktu dan memiliki dua istri dalam jeda waktu yang tidak terlalu jauh. Hebat sekali!

Jika saya jadi temannya si tokoh utama, saya akan berkata, "Ah, bisa aja lu!" sambil menoyor kepalanya dan tertawa.

*Foto dari sini.

You Might Also Like

3 komentar

  1. huehehehe.. buat Fariz, hati2 ditoyor ma Nulur..

    BalasHapus
  2. Ya ampun...tokoh utamanya bukan Fariz, tapi Fahri. Selain pengen gue toyor, gue juga pengen jitak!

    BalasHapus
  3. Trus, yg jadi pertanyaan, siapakah sahabat lo yang ahli sastra dan tidak-pro-pada-siapa-siapa itu?
    Cerita itu seperti cerita-yang-tidak-saya-suka-yaitu-ayat-ayat-cinta.
    Lur, sebut aja judul bukunya. Ga ada yg marah kok, kayaknya, siy. hehe.

    BalasHapus