Indocraft, Indonesian traditional craft exhibiton

November 01, 2010


Indonesia memang kaya dengan budaya. Salah satunya kaya dengan kerajinan. Hal ini tentunya dibuktikan oleh pameran-pameran kerajinan yang digelar di berbagai gedung pertemuan. Enggak hanya Inacraft yang populer, Indocraft juga enggak kalah populernya. Acaranya diselenggarakan di Balai Sidang Senayan, 27 sampai 31 Oktober. Hanya lima hari dan saya baru dapat info pada hari terakhir. Itu pun dipaksa teman. Kalau enggak, mana mau saya ke sana di tengah-tengah panasnya Senayan dan harga ojek yang mahalnya naujubillah.


Saya pikir ada tiket masuk, ternyata enggak ada alias gratis. Di sini, kerajinan khas Indonesia ngambrak. Mulai dari kain, mutiara, hingga furnitur yang berat-berat dan tentunya unik. Konon, acara ini adalah ajang inovasi dan kreativitas orang-orang Indonesia dalam memajukan ekonomi bangsa Indonesia pada masa depan. Selain itu, acara ini juga sebagai ajang promosi oleh para pengusaha Indonesia. Sebab, acara ini enggak hanya dikunjungi oleh orang-orang lokal, tetapi juga para orang-orang luar negeri.


Di acara ini, setiap daerah menampilkan ciri khasnya masing-masing. Mereka menghias stand-nya sesuai dengan budaya yang ada di sana. Misalnya, di Kutai Timur, ada patung dengan pakaian adat Kalimantan. Di Riau, ciri khas warna kuning dan emas bertebaran. Lalu, di stand Surabaya, ada produk-produk yang dihasilkan oleh kota tersebut.


Yang namanya Indonesia, tentu salah satu ciri khas kerajinannya adalah batik. Untungnya batik sudah diakui secara internasional sebagai warisan dunia dari Indonesia. Tentunya dong yang namanya batik itu berserekan pameran Indocraft. Berdasarkan penelusuran, batik yang paling banyak ditawarkan adalah batik tulis dari Lasem, Rembang. Batik tulis ini juga paling banyak diburu. Harganya bervariasi, mulai dari seratus ribu sampai berjuta-juta. Rata-rata dari para perajin menawarkan harga batik tulis dengan satu warna sekitar 100 ribu hingga 130 ribu. Yang mahal adalah batik tulis dengan beberapa warna. Untuk dua warna, ada perajin yang menawarkan 150 ribu hingga 400 ribuan. Di suatu stand, saya sempat bertanya batik tulis dengan corak wayang yang bagus. Ternyata, harganya sampai juta-jutaan. Yang ngejual sampai enggan menyebutkan harganya karena mahal dan saya memang terlihat kere. Hahaha.


Menurut penuturan si penjual juga, harga suatu batik tulis juga dilihat dari warnanya. Ada berapa warna yang digunakan. Semakin banyak warna, semakin mahal. Apalagi kalau warna yang digunakan adalah warna-warna alam. Kemudian, kerumitan corak yang akan ditulis juga menentukan harga dari kain batik itu. Semakin rumit, seperti corak wayang yang saya tanya harganya, semakin mahal harga batik itu.


Tidak hanya batik, kain tenun, songket, dan kain ciri khas masyarakat NTT yang saya punya juga ditampilkan di sana. Bagus-bagus. Mereka sangat mencirikan Indonesia sebagai negara yang kaya kerajinan.


Selain kain, stand lain yang ramai adalah stand perhiasan. Salah satunya adalah mutiara. Harga satu mutiara di sana dihitung seperti harga emas, per gramnya. Saat itu, satu gram mutiara 250 ribu. Mutiara itu digolongkan lagi menjadi bagian-bagiannya. Ada yang berdasarkan warna: putih, dove, atau hitam. Ada ukuran gede sampe yang terkecil. Yang terkecil juga dilihat kualitasnya. Di satu stand, mutiara kecil dengan kualitas standar seharga 250 ribu, sedangkan yang super 400 ribu. Teman saya bertanya, di mana mengukur kualitasnya karena mutiara terlihat sama di mata kami. Kata si penjual, kalau diperhatikan secara teliti, kemilau mutiaranya sangat menentukan harga dari mutiara itu. Konon, mutiara adalah perhiasan asli yang tidak perlu finishing touch. Hal ini berbeda dengan berlian yang perlu diamplas berkali-kali biar cakep. Jadi, mutiara diambil apa adanya. Semakin dia berkilau, semakin indahlah si mutiara itu.


Perhiasan atau aksesori untuk perempuan juga berserakan di sana. Mulai kalung dengan model dan batu-batu cantik tergantung di pengaitnya. Banyak perempuan yang sibuk melihat-lihat dan tawar-menawar. Teman saya mendapat gelang yang dijual satu set seharga 90 ribu karena ada batu onyx-nya. Di stand berbeda, dia mendapat kalung seharga 60 ribu. Di stand perhiasan ini, saya berniat mencari gelang yang menjadi ciri khas saya. Ketemu di satu stand, tempat teman saya membeli kalung. Berdasarkan rayuan si penjual, saya pun membeli gelang-gelang kuning karena--katanya--sesuai dengan diri saya. Ehem.


Melihat stand-stand yang menampilkan jualan-jualan khas Indonesia, saya berpikir bahwa Indonesia memang kaya kebudayaan. Kain-kain batik itu ngambrak di sana. Aksesori dan kerajinan perhiasan juga sama ngambraknya. Bagaimana yang lain? Beuh, tak kalah ngambraknya. Enggak sabaran untuk dateng ke pameran kerajinan Indonesia.

So, that's why i love this country. God always bless Indonesia.

You Might Also Like

1 komentar