No Poo: Keramas Tanpa Sampo

Januari 28, 2017

Awalnya, saya berpikir bahwa istilah no poo itu berarti tidak pup. Tapi, saya salah. Ternyata, no poo itu kependekan dari no shampoo atau katakan tidak pada sampo. No poo ini sudah menjadi gaya hidup untuk beberapa perempuan dan konon sudah menjadi sebuah gerakan untuk tidak menggunakan sampo.

Foto dari sini

Istilah no poo ini sudah dikenal di dunia Barat sana, tapi sejak kapannya, saya belum tahu kapan. Ngulik-ngulik dari berbagai sumber, sekitar tahun 2007, ada bincang-bincang di radio Australia antara Richard Glover dan Matthew Parris—seorang kolomnis yang gak pernah sampoan selama lebih dari satu dekade. Di acara ini, Glover menantang para pendengarnya untuk tidak menggunakan sampo selama 6 minggu. Lebih dari 500 partisipan, 86% di antaranya melaporkan bahwa rambut mereka lebih baik dan ada yang cenderung sama aja ketika mereka menggunakan sampo.  

Ketika dihadapkan dengan konsep ini, saya agak kaget karena kok bisa, ya. Apa gak rusak dan bau tuh rambut? Jadi, setelah menelusuri berbagai blog orang-orang, terutama blog orang bule, saya melihat bahwa rata-rata dari mereka berhasil menerapkan sistem seperti ini. Ada yang setahun, tiga tahun, bahkan lima tahun enggak keramas dengan sampo komersial/sintesis dan nyatanya rambut mereka baik-baik aja, bahkan lebih kece dibanding pakai sampo sintesis. Mengapa bisa begitu? Pada dasarnya, rambut itu memiliki minyak alami yang bernama sebum. Sebum ini yang menjaga supaya rambut tetap sehat dibanding sampo sintesis yang katanya bisa menyebabkan rambut rusak karena kandungan bahan kimia yang belum tentu aman untuk rambut. Nah, daripada rambut rusak karena bahan kimia yang ada di sampo, alternatif perawatan rambut adalah metode no poo ini.

Metode no poo sebenarnya bukan sama sekali enggak keramas. No poo itu tetap keramas, kok, cuma enggak menggunakan sampo komersial, tetapi menggunakan bahan alami yang bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari kita. Ada macam-macam metode yang bisa diikuti kalau mau menerapkan no poo ini. Misalnya, bisa menggunakan air aja, baking soda, apple cider vinegar, lemon juice, minyak kelapa, atau yang lainnya atau menggabungkan beberapa bahan tersebut menjadi sebuah sampo. Terserah si empunya rambut yang nyaman dengan bahan yang digunakan. Hasilnya, hampir sebagian besar pengalaman no poo yang saya baca adalah berhasil dan sepertinya ada yang menyerah karena hasilnya enggak sesuai harapan.

Bagi saya, konsep no poo ini begitu menarik dan boleh juga dicoba, apalagi turut serta mengurangi limbah botol plastik. Saya pun mencoba tantangan ini dengan melihat bagian yang paling mudah, yaitu water only—keramas hanya menggunakan air. Di pikiran saya, keramas model begini yang paling gampang. Tinggal siram, pijat-pijat sebentar, langsung beres. Agak beda dengan yang pake sampo sintesis karena harus dibilas sampai bersih hingga busanya hilang.

Rambut saya ini masuk kategori berminyak dan perlu dikeramas setiap hari. Kalau sehari enggak keramas, rambut saya cenderung lepek dan akan muncul yang namanya bad hair day. Untuk mencoba no poo dengan water only ini, antara senang dan ngeri karena kondisi rambut saya yang berminyak. Akan seberminyak apa rambut saya nanti? Itu pertanyaan yang muncul di kepala saya. Tapi, kan perlu dicoba, siapa tahu rambut saya enggak berminyak dan akan baik-baik aja. Nah, saya menerapkan konsep ini dua hari sekali, sama seperti keramas dengan sampo sintesis. Pada minggu pertama saya mencoba memang biasa aja. Rambut saya tetap berminyak, tapi kadarnya normal. Rambut saya berkurang kerontokannya dan berkurang ketombe yang suka nempel kalo gak cocok pakai sampo. Tapi, pada minggu kedua, rambut saya lebih lepek dibanding minggu pertama. Mulai rontok tiap disisir dan bermunculan ketombe walau enggak banyak. Berbau? Ya, bau rambut hihihi. Taraf baunya masih wajar walau cukup melekat di sarung bantal. Kalau begini, harus cepat ganti karena pengaruhnya bisa ke wajah yang bakal muncul jerawat. Untuk yang berhijab, pada konsep no poo ini harus setiap hari ganti ciput dan kerudung karena ada bekas minyak alami rambut yang nempel di kerudung dan ciput, plus ada bau-bau rambut berminyak yang berbekas di situ :D.  Jadi, untuk konsep no poo water only, saya hanya bertahan sekitar dua minggu. Ada sih blogger Indonesia yang bilang bahwa water-only ini gak cocok diterapkan di Indonesia karena kondisi cuaca yang lembap, beda dengan kondisi di negeri si bule.

Kemudian, saya mencoba baking soda dengan air. Awalnya, saya cukup senang dengan baking soda karena enggak membuat rambut saya menjadi lepek. Akan tetapi, rambut saya masih rawan rontok, kalau dipegang berasa ada sesuatu yang nyangkut di rambut, dan ketombe saya enggak ilang malah semakin masif. Soal ketombe, menurut saya pada saat itu, kemungkinan karena kurang bersih ngebilasnya. Besok-besok, saya berusaha membilas dengan bersih, tapi hasilnya tetap sama, gak ada perubahan. Akhirnya, saya berhenti mencoba memakai baking soda untuk keramas dan berhenti—sementara—untuk mencoba no poo.

Untuk sementara, saya kembali ke sampo sintesis yang biasa saya pakai. Agak heran juga bahwa saya merasa rambut saya lebih baik dibanding dengan sebelum saya mencoba no poo. Maksudnya gini, tipe rambut saya itu kayaknya susah kalau disuruh perawatan: sering enggak cocok. Enggak cocoknya karena rontok dan ketombean walau udah keramas dengan sampo antiketombe dan antirontok. Kemudian, saya mencoba no poo selama tiga minggu, tapi hasilnya enggak terlalu membuat saya berdecak kagum. Lalu, saya kembali ke sampo sintesis saya yang sempat break ketika saya mencoba tantangan no poo selama tiga minggu. Hasilnya, rambut saya menjadi lebih baik.  

Nah, dari eksperimen yang saya lakukan, kayaknya perlu juga untuk menerapkan no poo sesekali, terutama buat yang enggak suka dengan hasilnya. Yaa jangan dipaksa terus-terusan. Coba diselingi dengan sampo yang biasa kita pakai. Tapi, kalau suka dengan hasilnya, itu tambah bagus lagi karena kita nggak cuma berkontribusi untuk rambut sehat, tapi juga untuk lingkungan *kasih jempol*.

Mungkin, ada yang punya pengalaman menarik dengan no poo ini? Boleh, dong, saya dibisikin :D.  

You Might Also Like

2 komentar