I Care a Lot: Sisi Lain Legal Guardian

Maret 14, 2021

Mungkin sekitar sebulan yang lalu, saya pernah membaca twit seorang muda yang bertanya mengenai panti wreda atau yang biasa saya tahu panti jompo. Orang muda ini bertanya bukan untuk nenek atau kakeknya, melainkan untuk dirinya sendiri. Menurutnya, jika ia tidak menikah (karena menikah adalah pilihan), masa tuanya akan dihabiskan di panti wreda, seperti tantenya yang tinggal di panti wreda di satu negara Eropa sana. Di panti wreda ini, terlihat seru dan asyik: banyak teman, ada kegiatan-kegiatan, ada fasilitas, dan selalu dipantau oleh dokter. 

Pemikiran yang menarik, apalagi ketika saya merefleksikan diri saya sendiri.  Alternatif panti wreda tentu jadi opsi yang perlu dipikirkan walau ke depannya pasti banyak pertimbangan. 

Opsi yang dipikirkan itu malah semakin bikin galau setelah nonton I Care a Lot yang dibintangi Rosamund Pike. Film ini dirilis tahun 2020 dan pertama kali premier di Toronto International Film Festival. Sekitar Februari 2021, film ini sudah bisa dinikmati di Netflix dan mendapat tanggapan yang positif. 

Sumber gambar dari sini.

Film I Care a Lot bercerita mengenai Marla Grayson, seorang legal guardian, terhadap para lansia. Marla biasanya ditunjuk oleh hakim pengadilan setempat untuk menjaga dan merawat para lansia berikut dengan aset yang dimiliki. Walaupun terlihat pekerjaannya amat sangat peduli dengan kehidupan para lansia, sesungguhnya Marla hanyalah seorang manipulator alias penipu untuk para lansia yang tidak berdaya, seakan-akan peduli, tak tahunya menguras habis harta para lansia.


Awal kisah menceritakan seorang anak yang berjuang untuk bisa mengeluarkan ibunya dari pengawasan Marla. Si anak tidak diperbolehkan menjenguk ibunya dan semua akses menuju ibunya tertutup. Begitu sedihnya si anak dan Marla bersikap masa bodoh. 

Namun, tantangan besar yang dialami adalah ketika Marla mendapatkan korban lansia berikutnya bernama Jennifer Peterson. Korban-korban lansia ini tidak didapat sendiri, tetapi ada campur tangan seorang dokter yang merekomendasikan siapa lansia yang akan dimasukkan ke dalam panti jompo. Jennifer Peterson awalnya dikira sebagai seorang pensiunan di dunia perbankan dengan beragam aset dan lingkungan tempat tinggal yang nyaman. Ia tidak menikah dan tidak memiliki ahli waris. Ia juga sebagai sasaran empuk Marla. Tanpa diikutsertakan dalam sidang, Jennifer Peterson pun langsung terdaftar sebagai lansia yang berada dalam pengawasan Marla.  

Ternyata, Jennifer bukanlah Jennifer yang dipikirkan oleh Marla dan asistennya, Fran. Jennifer ternyata bagian dari jaringan mafia. Langkah awal dan halus pun dimulai untuk membebaskan Jennifer dari pengawasan Marla. Mulai dari negosiasi uang dan lewat pengadilan hingga ancaman, pembunuhan, penculikan, dan penyiksaan. Namun, Marla berkat keberuntungan dan kegigihannya dapat lolos dari semua itu. Bahkan, dia balik mengejar si mafia yang telah membuatnya menderita dengan segala perilakunya. 

Ironisnya, si mafia kalah telak di hadapan Marla dan Fran ketika dia diculik dan ditelanjangi di tengah hutan yang sepi. Mau tidak mau, dengan liciknya, Marla menjadi legal guardian untuk si mafia yang tak berdaya. Dalam keadaan lebih baik, Marla dan si mafia pun bernegosiasi. Awalnya Marla meminta jaminan uang yang banyak, tetapi si mafia malah mengadakan kerja sama untuk melakukan penipuan terhadap para lansia dengan embel-embel guardianship. Perusahaan itu menjadi berkembang pesat hingga membuat Marla terkenal. Sayangnya, di tengah kesuksesan Grayson Guardianship, Marla harus meregang nyawa karena sang anak pada awal cerita menembaknya. Sang anak berkata dalam kesedihannya bahwa ibunya meninggal dalam kesendiriannya tanpa didampingi sang anak. 

~*~

Film ini adalah pembuka wawasan saya terhadap para lansia di negara adidaya itu--Amerika Serikat. Enggak nyangka bahwa para lansia langsung aja diberikan legal guardian, tanpa ditanya dulu. Langsung diputuskan di pengadilan tanpa perlu lansia datang mengikuti jalannya persidangan. Gak fair untuk para lansia, menurut saya. Melihat sepak terjang Marla yang pemberani dan pantang menyerah dalam film ini rasanya dongkol banget. Tega banget gitu menguras aset para lansia dengan dalih legal guardian yang diperkuat oleh laporan dokter yang juga bersekongkol. Tapi, di mata hukum, apa yang dia lakukan enggak salah, malah dia dianggap paling peduli terhadap para lansia dengan menempatkan mereka di fasilitas terbaik. So sad. 

Bicara akting, tentunya akting Rosamund Pike keren sekali walau masih ada rasa-rasa Gone Girl. Pike ini kayaknya cocok banget untuk peran wajah baik, tapi hati busuk. Sayangnya, saya baru nonton tiga film dia. Jadi, hanya di Pride and Prejudice, Pike berakting menjadi perempuan lemah lembut yang baik hati. 

Balik ke tulisan awal, gegara film ini, pertimbangan soal panti wreda kembali berkecamuk. Ngeri kali kalau ada sosok legal guardian kayak Marla Grayson. 

You Might Also Like

0 komentar