Goosebump dan Fear Street: Series Karya RL Stine

September 25, 2021

Tahun 1990-an, nama RL Stine itu populer banget di kalangan remaja. Gak ada data statistik yang relevan sih untuk bilang itu populer atau enggak, cuma lewat kacamata saya sebagai anak remaja pada masa itu yang tinggal di Jakarta agak ke pinggir. Kala itu, buku-buku RL Stine boleh dibilang laris dan jadi bahan omongan, termasuk saya. Gramedia Pustaka Utama yang memegang hak ciptanya rajin pula menerbitkan banyak karya dari Mr. Stine ini. 

Yang paling populer tentu saja Goosebump. Kayaknya orang-orang yang remajanya pas tahun 1990-an tahu banget sama buku horor yang kadang-kadang thriller ini. Biasanya tokoh yang ditampilkan ama Goosebump itu anak usia 12 tahun yang mengalami kejadian-kejadian horor. Setiap judul buku beda selalu beda tokoh utamanya, tapi tetap dalam series Goosebump. Saya mengikuti kisahnya beberapa, tetapi enggak khata karena makin ke sini, ceritanya agak aneh. Berhenti membaca Goosebump ketika tokoh yang ditampilkan itu mutan dan ada pula soal raja cacing -_-. Nah, dari series Goosebump itu, yang paling tertanam di otak saya adalah buku pertama yang judulnya Rumah Mati, buku kedua Tetangga Hantu, dan Pantai Hantu. Oh, ada juga soal topeng, tapi lupa judulnya. Yang paling keren dari RL Stine ini adalah endingnya itu bikin geregetan--cenderung plot twist-lah. 



Selain Goosebump, RL Stine juga membuat series lain dengan tokohnya remaja, bukan anak 12 tahun. Biasanya sih tokohnya anak SMA yang kebanyakan ke sekolah sudah bisa nyetir mobil. Series remaja ini dinamakan Fear Street. Setiap judul, tokoh-tokohnya selalu beda, tapi latar belakangnya sama, yaitu kota Shadyside. Nah, kota ini memiliki jalan bernama Fear Street yang sudah melegenda sejak ratusan tahun silam dengan kisah tragedi pada masanya. Selain bercerita mengenai hantu, series ini juga bicara soal kejahatan pembunuhan. Biasanya sih plot twist, tapi setelah kembali membaca koleksi lama yang belum dibaca dua minggu kemarin, kisahnya ditutup dengan happy ending. Awalnya agak absurd karena Mr. Stine identik dengan ending yang samar, abu-abu, bahkan not really good ending. Tapi, ini good ending, hm mungkin ya sesuatu itu saatnya dituntaskan. 



Saya enggak punya koleksi lengkap buku-buku RL Stine, padahal karya-karyanya dia segambreng. Goosebump kira-kira saya hanya punya lima, itu pun kebanyakan second book. Sisanya biasanya pinjam sama teman yang punya. Begitu juga dengan Fear Street, gak banyak judul yang saya punya, tapi lebih banyaklah dibandingkan Goosebump dan hampir rata-rata second book. Yang beli baru cuma beberapa :D. 

Yang paling memantapkan jiwa untuk membaca Goosebump dan Fear Street adalah gaya penulisan Mr. Stine. Tulisannya gampang dicerna yang gak ribet dengan bahasa-bahasa puitis, tapi cukup detail untuk buku yang gak setebal Harry Potter. Alurnya pun cepat. Jadi, gak heran kalo sehari bisa selesai satu buku. (Nah, ini yang terjadi sama saya. Sebagai pembaca buku yang lama dan akhir-akhir ini merasa waktu begitu kurang, tetiba dikasi sakit supaya istirahat. Sambil istirahat, saya membaca dua judul Fear Street dan voila selesai doong dua buku. *bangga dengan diri sendiri).

FYI, RL Stine adalah salah satu pengarang yang menginspirasi saya untuk menjadi seorang pengarang juga. Someday :). 


You Might Also Like

0 komentar