Stardust: Pemuda yang Mencari Bintang Jatuh
Mei 14, 2017
Saya tidak pernah melihat bintang jatuh secara langsung. Itu pernyataan
jujur dari lubuk hati yang paling dalam. Saya hanya melihat bintang jatuh dari
sebuah film atau video yang diunggah orang-orang. Mengalaminya sendiri sih
enggak. Apalagi di Jakarta yang sebagian besar langitnya berisi polusi. Mungkin,
saya cukup melihat lampu di pesawat terbang pada malam hari dan berpura-pura bahwa
itu adalah bintang jantung. Mirip liriknya lagu B.O.B feat Hayley Williams, can we pretend airplanes in the night sky
are like shooting stars? Konon, jika melihat bintang jatuh, kemudian kita
mengucapkan doa; doa-doa pun akan terkabul. Katanya, sih, begitu. Nggak tahu
juga karena belum pernah :).
Untuk beberapa orang, mungkin bintang jatuh dimaknai dengan sesuatu yang
berbeda. Salah satunya adalah astronom yang melihat istilah bintang jatuh dari
sisi sains. Para astronom ini tidak memaknai bintang jatuh itu sebagai bintang
yang betulan jatuh, tetapi meteor yang bergesekan dengan atmosfer saat masuk ke
bumi sehingga menimbulkan cahaya. Nah, beda lagi dengan storyteller Neil Gaiman
yang memaknai bintang jatuh dalam bukunya berjudul Stardust.
Stardust muncul setelah kisah Neverwhere. Cetakan aslinya diterbitkan
pertama kali tahun 1999 oleh penerbit William Morrow. Kemudian, dialihbahasakan
oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2007—hampir setahun. Kisah yang
disampaikan dalam Stardust ini masih berada di jalur yang sama dengan sebagian
besar kisah-kisah yang pernah ditulis Gaiman, yaitu fantasi atau dongeng.
Kisah ini bermula di Desa Tembok, desa yang ada di Inggris raya. Desa ini
berdiri pada tonjolan batu granit yang tinggi di tengah-tengah hutan belukar
kecil. Di sebelah baratnya, ditutupi oleh hutan; di sebelah selatan terdapat
danau tenang yang berbahaya; sedangkan di sebelah timur tertutupi hutan belukar
lagi. Di timur ini, terdapat tembok tinggi dari batu kelabu. Tembok ini kuno
yang dibangun dari balok granit kasar yang merentang ke luar hutan dan masuk
hutan lagi. Dan, di sekitar tembok kuno itu selalu diadakan pekan raya antara
dunia peri dan dunia manusia setiap 9 tahun sekali.
Satu pemuda Desa Tembok bernama Dunstan Thorn siap menyambut pekan raya tersebut.
Desa pun penuh dengan orang-orang dari berbagai ras. Ketika sedang minum-minum
di bar, dia bertemu dengan pria jangkung bertopi tinggi yang mencari
penginapan. Di sanalah Dunstan menyewakan tempat tinggalnya, yaitu sebuah pondok
pemberian kedua orang tuanya. Sementara itu, dia akan tidur di kandang sapi. Saat
tidur di kandang sapi itulah dia bertemu dengan sosok aneh lainnya, yaitu
mungil dengan seluruh tubuhnya tertutupi bulu.
Pria jangkung bertopi tinggi ini memberikan imbalan kepada Dunstan, yaitu
uang sewa yang lebih dari cukup dan hal ajaib—dambaan hati. Dunstan hanya
mengiyakan karena dia sudah memiliki Daisy Hempstock, calon istrinya kelak. Namun,
apa yang dia pikirkan dalam perjalanan hidupnya kadang agak melenceng sedikit
karena Dunstan bertemu dengan seorang perempuan dari negeri peri.
Di pekan raya, Dunstan bertemu dengan perempuan penjaga kios yang menjual
bunga-bunga dari kristal yang berkeliningan. Dari perempuan ini, Dunstan
memiliki anak bernama Tristran walaupun ia tetap menikahi Daisy.
Tristran Thorn tumbuh menjadi pemuda kebanyakan dengan sifat yang pemalu.
Pada usia 17 tahun, ia naksir berat kepada Victoria Forester—gadis idola di
Desa Tembok. Boleh dibilang, Tristran rela melakukan apa pun demi cintanya
kepada Victoria. Ketika Victoria sedang membeli kebutuhan rumah tangga di toko
tempat Tristran bekerja, Tristran mencuri waktu untuk berdekatan dengan Victoria.
Ketika mereka sedang berada di suatu bukit, Tristran dengan segala cara
gombalnya merayu agar Victoria menerima cintanya atau setidaknya ciuman. Tepat
saat itu, sebuah bintang jatuh meluncur. Victoria pun meminta Tristran untuk
mengambil bintang jatuh itu. Jika Tristran bisa membawa bintang jatuh, Victoria
akan menikahi Tristran dan menciumnya. Menurut Victoria, permintaannya konyol
karena dia tidak percaya bahwa Tristran yang pemalu akan bisa menemukan bintang,
apalagi bintang itu jatuh di luar tembok—di negeri peri. Namun, Victoria salah.
Tristran benar-benar melakukannya. Dengan bantuan sang ayah-Dunstan
Thorn—Tristran dapat melewati celah di tembok tua itu dan memasuki negeri peri.
Sebelum bintang jatuh, di puncak kerajaan Stormhold, seorang penguasa ke-81
Stormhold terbaring lemah di atas tempat tidurnya. Dia dikelilingi oleh tiga
orang anak laki-lakinya masih hidup dan empat orang anak laki-lakinya yang
sudah mati. Ada seorang anak perempuannya yang sejak kecil hilang entah ke
mana. Ketika ajal sudah mendekat pada penguasa ke-81, Stormhold belum juga
mendapatkan raja penggantinya. Tiga orang anak laki-lakinya yang masih hidup
belum ada satu orang yang bertahan dan berhasil membunuh saudara-saudara. Maka
itu, sang penguasa pun melakukan cara yang tidak lazim. Dia melemparkan batu
ratna cempaka yang dikalungkan pada lehernya ke udara. Sang penguasa berpesan
kepada tiga anak laki-laki yang masih hidup: siapa pun yang berhasil mendapatkan
kalung berbatu ratna cempaka akan menjadi penguasa Stormhold ke-82. Kemudian,
sang penguasa ke-81 pun wafat. Batu ratna cempaka terbang di udara dan menabrak
bintang. Satu bintang meluncur dan jatuh.
Di sudut negeri peri yang lain, di tengah hutan yang lebat, terdapat
suatu pondok yang di dalamnya hidup tiga perempuan tua renta. Mereka adalah
kaum lilim—sang ratu penyihir. Mereka tahu bahwa ada satu bintang jatuh
sehingga mereka pun memutuskan untuk mengejarnya. Mereka sangat membutuhkan
usia agar mereka selalu awet muda dan bintang adalah jawabannya karena jantung
bintang dapat memberikan usia yang panjang. Melalui undian, mereka pun mengutus
salah seorang dari mereka untuk mengejar bintang itu.
Tristran bertemu dengan makhluk kecil berbulu ketika ia berjalan di
negeri peri. Makhluk itu ramah, tetapi sinis ketika mendengar gombalan Tristran
untuk Victoria. Bersama dengan makhluk kecil ini, Tristran menghadapi hutan
layu yang bisa membunuh mereka berdua. Kemudian, si makhluk kecil itu memberikan
lilin babylon dan rantai tipis kepada Tristran yang ingin segera menemui
bintang. Ketika bertemu dengan bintang, Tristran terkejut karena ia tak
menyangka bahwa bintang itu ternyata seorang gadis.
Gadis bintang itu bernama Yvaine dan dia akan dipersembahkan kepada
Victoria, cintanya. Maka itu, Tristran mengikat Yvaine dengan rantai yang
diberikan makhluk kecil. Sebenarnya Yvaine tidak suka dengan Tristran yang
hendak membawanya sebagai persembahan, tetapi dia tidak punya pilihan lain,
selain sebagai tawanan Tristran. Di tengah perjalanan, mereka melihat
pertarungan antara singa dan kuda bertanduk yang memperebutkan mahkota. Si kuda
bertanduk kalah, sedangkan singa pun pergi dengan mahkotanya.
Di sisi yang lain, sang ratu penyihir kelaparan dan singgah di sebuah
karavan yang dimiliki seorang nenek tua, yaitu Madame Semele yang memiliki
seorang bujang yang dia culik beberapa tahun silam. Si Madame Semele sengaja
mencampurkan rumput limbus dalam hidangannya sehingga tamu yang meminta
makanannya akan bicara kejujuran. Sang ratu penyihir murka dan mengutuk Madame
Semele agar tidak pernah menyadari si bintang walau dia ada di dekatnya. Pada
bagian Stormhold, salah seorang keturunannya wafat karena diracun, tersisa dua
orang lagi yang saling mengelabui untuk mendapatkan kalung batu ratna cempaka.
Ketika perut keroncongan, Tristran hendak mencari makan. Ia membiarkan
rantai Yvaine terlepas karena ia percaya bahwa gadis itu tidak akan lari.
Namun, dia salah. Pada saat dia kembali dari mencari makan, Tristran tidak
mendapati Yvaine di tempat dia meninggalkannya dengan kuda bertanduk. Yvaine
malah jalan dengan kuda bertanduk ke sebuah penginapan jadi-jadian yang muncul
di antara persimpangan jalan.
Penginapan jadi-jadian itu dibangun oleh ratu penyihir untuk menjerat si
bintang jatuh. Si ratu penyihir menyiapkan segalanya senormal mungkin saat Yvaine
masuk ke penginapannya itu. Ia ingin Yvaine sebahagia mungkin dengan fasilitas
yang dia berikan. Mengapa? Karena, ketika bintang bahagia, ketika itu juga
jantung bagus untuk diambil. Akan tetapi, rencananya terganggu oleh ketukan di
pintu yang tak lain adalah satu orang keturunan Stormhold yang butuh
beristirahat. Tak lama tiba di penginapan, si keturunan Stormhold menyadari
bahwa Yvaine memegang batu ratna cempaka milik keluarga Stormhold. Saat ia
meminta batu tersebut, Tristran datang sambil teriak bahwa ia hendak diracun.
Primus hendak mencabut pedangnya, sayangnya keduluan si ratu penyihir yang
menyabet leher Primus. Tristran pun berlari menyelamatkan Yvaine. Dengan lilin
babylon yang tersisa, mereka pun pergi dari penginapan itu. Sayangnya, mereka
malah terjebak di antara awan.
Di awan, mereka ditemukan oleh kapal terbang yang mencari petir. Mereka
selamat dan mendapatkan jamuan yang ramah dari nakhoda dan kru kapal. Ternyata,
si nakhoda itu sudah mencari Tristran karena info dari makhluk kecil. Di sebuah
pelabuhan, mereka pun diturunkan untuk berjalan ke Desa Tembok. Selama
perjalanan ini, Tristran dan Yvaine mengalami berbagai petualangan di
tempat-tempat yang mereka lewati, seperti Tristran harus bekerja di peternakan
supaya mendapatkan uang untuk membeli makan, terlibat perang dengan goblin,
menentang seekor elang besar yang ingin menyantap mereka, atau membacakan puisi
di sebuah kedai yang membuat Tristran dianggap sebagai penyair terbaik
sepanjang masa, padahal dia mengutip karya orang lain. Saat perjalanan dilanjutkan, mereka berpapasan
dengan karavan yang dikendarai oleh Madame Semele yang hendak menuju pekan raya
di Desa Tembok. Mereka hendak menumpang, tetapi si madame meminta imbalan apa
yang akan diberikan. Tristran menawari bunga kristal yang pernah dimiliki
ayahnya. Madame Semele bahagia sekali karena bunga yang hilang sejak lama
ditemukan kembali. Namun, si madame harus mengubah Tristran menjadi tikus. Pada
saat Tristran bicara dengan Madam Semele, si perempuan tua itu tidak melihat Yvaine
yang ada di sebelahnya.
Madame Semele melewati Parit Diggory ketika mereka hendak ke pekan raya
Desa Tembok. Di parit itu, ia menemukan gubuk yang sudah terbakar dan hidup
seorang perempuan yang amat sangat renta. Ternyata, perempuan tua renta itu
adalah ratu penyihir yang kekuatannya makin lama makin hilang karena usia.
Namun, ia berhasil membunuh Septimus dengan ular berbisa. Si Septimus ini
berniat membakarnya hidup-hidup. Tristran dan Yvaine aman melewati parit
Diggory walau ratu penyihir penasaran siapa yang ada di karavannya.
Singkat cerita, tibalah Tristran dan Yvaine di pekan raya Desa Tembok. Tristran
menemui keluarganya dan Victoria yang ternyata mencintai laki-laki lain dan
siap menikah. Tristran tidak bersedih, malah merestui karena dia sadar bahwa
dia mencintai Yvaine. Di samping itu, berkat sang ibu yang tertawan oleh Madame
Semele, Tristran tahu bahwa ia adalah laki-laki satu-satunya keturunan penguasa
Stormhold. Bersama dengan Yvaine, Tristran memerintah kerajaannya tersebut
hingga akhir hayatnya.
Ringkasan yang panjang. Yup, harus saya akui bahwa ini adalah ringkasan
paling banyak yang pernah saya buat :D. Maklum, ini adalah kali kedua saya membaca
kisah ini. Mengapa terlalu detail? Karena, saya sudah menonton filmnya sebelum
saya membaca bukunya :D. Jadi, saya perlu membuat ringkasan secara
detail supaya otak saya enggak bercampur aduk antara buku dan film :D.
Nah, Seperti kebanyakan film yang diangkat dari buku, di Stardust ini juga
ada beberapa bagian yang berubah dan tidak sesuai dengan bukunya. Dan, seperti
yang sudah-sudah, saya akan sangat merana melihat perubahan itu: antara buku
dan film. Misalnya, dihilangkan sosok laki-laki jangkung bertopi yang memberikan
Dunstan dambaan hatinya atau makhluk kecil berbulu yang ditemui Dusntan dan
Tristran Thorn. Seharusnya, perubahan-perubahan tersebut enggak perlu ada, tetapi
mungkin banyak kru film kebingungan untuk membuat suatu kisah di buku menjadi
menarik ketika dibuat film karena orang-orang tidak lagi berimajinasi,
melainkan menonton kisah yang disajikan.
Jujur dari hati yang paling dalam, film Stradust lebih menarik ketimbang
bukunya hahaha. Mungkin, karena saya nonton filmnya lebih dulu ketimbang
membaca bukunya. Memang, ada bagian dan karakter yang dihilangkan, tetapi kisah
di film terlihat lebih epic dibanding
bukunya yang kayaknya datar-datar aja. Bahkan, ending di film lebih gereget
dibanding bukunya.
Karena saya penyuka Neil Gaiman, saya tetap merasa bahwa dia adalah storyteller
yang baik. Ide dan gaya bahasanya adalah dua hal yang membuat kisah-kisah Neil
Gaiman selalu padu. Ya, walau kurang gereget dibanding filmnya, kisah si
bintang jatuh tetap perlu dibaca sebagai hiburan manis untuk pikiran yang penat :).
Happy reading!
0 komentar