The Ocean at the End of the Lane: Samudra di Sebuah Kolam Bebek

Juli 05, 2017

Di youtube, saya pernah melihat dan mendengarkan Neil Gaiman ketika bicara The Ocean at the End of the Lane yang dia klaim sebagai novelet. Katanya, novelet ini tercipta karena saat itu dia rindu dengan Amanda Palmer—sang istri yang sedang berada di Australia. Maka itu, gak heran kalau buku ini memang dipersembahkan untuk Amanda dan ada penyebutan soal Australia di buku ini.

Mungkin ini adalah buku ke-10 Gaiman dan buku ini dterbitkan tahun 2013 untuk versi bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Tentunya, kisah ini terbit setelah Good Omens, Neverwhere, Stardust, Anansi Boy, Coraline, dan sebagainya. Karena Gaiman dikenal sebagai pendongeng dengan cerita-cerita fantasinya yang luar biasa, The Ocean at the End of the Lane pun enggak jauh-jauh dari yang namanya tema fantasi. Kisah fantasi yang diangkat Gaiman biasanya enggak melulu soal fantasi anak-anak, tetapi fantasi dewasa, seperti Neverwhere atau Stardust. Nah, begitu juga dengan The Ocean at the End of the Lane—walau sebagian tokoh utamanya adalah anak laki-laki berusia 7 tahun.

Edisi bahasa Inggris (2013)

Kisah ini bermula dari tokoh aku—yang kemudian diketahui bernama George—berusia sekitar 40-an tahun saat menghadiri pemakaman. Tidak dijelaskan pemakaman siapa, yang pasti adalah pemakaman keluarga dekatnya karena dia memberikan pidato di upacara tersebut. Kemudian, pada titik tertentu, dia pun pergi meninggalkan tamu-tamu, menuju entah ke mana.

Tokoh aku ini tidak memiliki tujuan ke mana dia akan pergi dengan mobil yang dikendarai. Ia hanya asal jalan hingga tiba di suatu jalan setapak di dekat rumahnya pada saat ia kecil. Di jalan setapak itu, ada rumah berbatu bata merah yang dikelilingi pertanian dan peternakan milik tiga orang perempuan beda generasi. Tokoh aku ingat bahwa dia memiliki teman bernama Lettie Hempstock yang lebih tua beberapa tahun darinya. Lettie 11 tahun, sedangkan tokoh aku 7 tahun ketika dia mereka berteman. Saat bertamu ke rumah itu, tokoh aku tidak bertemu Lettie. Hanya ada—entah siapa—antara Mrs. Hempstock Tua dan Mrs. Hempstock (ibunda Lettie). Salah satu dari mereka. Yang paling mungkin adalah Mrs. Hempstock karena manusia akan menua seperti dirinya. Kemudian, tokoh aku meminta izin untuk melihat kolam bebek yang disebut Lettie sebagai samudra. Setelah itu, ingatan-ingatan masa kecil tokoh aku pun kembali dan terpampang nyata di hadapannya.

Awalnya, tokoh aku tidak mengenal Lettie. Akan tetapi, setelah ada kejadian bunuh diri yang menimpa salah satu penyewa kamar di rumah tokoh aku, tokoh aku dan Lettie pun berteman. Lettie bersedia menjaga tokoh aku sementara sang ayah harus berbicara dengan polisi perihal kematian si penyewa kamar yang bekerja sebagai penambang opal.

Pada malam hari, tokoh aku terbangun dari tidurnya karena ada koin yang tersangkut di tenggorokan. Entah bagaimana koin itu dapat masuk ke tenggorokannya. Kejadian itu diketahui oleh Lettie yang membawa tokoh aku menjelajah ke kolam bebek yang disebut samudra dan tanah pertanian keluarga Hempstock yang ternyata luasnya bukan main. Dengan satu syarat, jangan pernah melepaskan pegangan tangannya. Si tokoh aku pun berjanji dan mengikuti Lettie melewati tanah pertanian keluarga Hempstock. Tanah pertanian itu begitu berbeda dengan tanah pertanian biasanya. Langitnya jingga dan tokoh aku melihat ada serigala manta yang terbang di atas mereka. Ada juga makhluk lain yang mirip kepakan kain kanvas yang bagian wajahnya tidak jelas terlihat. Makhluk inilah yang membuat koin ada di tenggorokan tokoh aku dan senang melempar-lempar uang koin kepada orang-orang setelah kematian si penambang opal. Lettie bermaksud berbicara dengan si makhluk dan memaksa makhluk itu untuk berada di batasannya. Namun, si makhluk ngeyel karena menganggap Lettie anak kecil—padahal bisa saja Lettie selalu berusia 11 tahun. Kemudian, makhluk itu membuat sesuatu menggeliat dari dalam tanah dan meluncurkan sesuatu dari kanvasnya yang mengepak-ngepak. Tidak hanya satu, tetapi banyak. Secara refleks, tokoh aku pun melepas genggaman tangannya dari Lettie dan menangkap makhluk itu dengan kedua tangannya. Pada saat itu, ia merasakan ada sesuatu yang menggores telapak kakinya. Hanya goresan kecil dan dia tidak merasakan sakit yang amat sangat.

Ketika tiba di rumah, tokoh aku menyadari bahwa di telapak kakinya ada cacing yang menyelusup. Dia pun mengeluarkan cacing bewarna pink itu walau tidak semuanya bisa dicabut. Esok harinya, sang ibu mempekerjakan seorang pengasuh perempuan dengan alasan sang ibu harus bekerja membantu perekonomian keluarga dan tidak ada yang mengawasi kedua anaknya di rumah. Pengasuh itu bernama Ursula Monkton. Semua anggota keluarga menyukai Ursula Monkton yang cantik dan menyenangkan. Bahkan, sang ayah tergila-gila kepada Ursula. Namun, tidak semua anggota keluarga menyukai Ursula, tokoh aku menganggapnya monster karena dia mengerikan. Tokoh aku menolak semua makanan yang dibuat oleh Ursula walau sang ayah mengancamnya. Akibatnya, Ursula mengunci tokoh aku di kamar. Ursula pula yang membuat ayah jengkela kepada tokoh aku sehingga mencoba membunuh tokoh aku di kamar mandi. Dengan susah payah, pada suatu malam yang langitnya turun hujan, tokoh aku melarikan diri dari rumah menuju pertanian Hempstock. Dia harus bertemu Lettie dan memberi tahu perihal Ursula Monkton.

Lettie dan keluarganya (Mrs. Hempstock dan Mrs. Hempstock Tua) membantu tokoh aku bersembunyi di rumahnya hingga dirasa tokoh aku baik-baik saja. Setelah itu, Lettie pun membantu tokoh aku membuat Ursula yang nyatanya makhluk yang mengepak kembali ke alamnya. Namun, Ursula menolak karena tokoh aku sudah menjadi bagian dari dirinya. Ada sesuatu yang ditanam makhluk itu di jantung tokoh aku. Karena Ursula menolak pergi tanpa tokoh aku, Lettie memanggil makhluk lain yang dinamakan sebagai pembersih. Makhluk pembersih ini berwujud bayangan gelap yang mirip burung. Makhluk pembersih itu mengoyak-ngoyak habis Ursula yang berteriak menyayat ketika ia ditinggalkan tak tersisa. Seharusnya makhluk itu segera pergi setelah tugasnya selesai, tetapi mereka harus membersihkan sisa-sisa dari Ursula yang tertanam di jantung tokoh aku.

Lettie menolak ide itu. Dia menyuruh makhluk bayangan itu pergi, tetapi mereka menolak hingga mereka dapat membersihkan tokoh aku juga. Lettie yang dibantu Mrs. Hempstock pun bernegosiasi dengan para makhluk bayangan. Karena merasa menyusahkan banyak orang, tokoh aku berlari mendekati makhluk bayangan dan meminta mereka membersihkannya tanpa sisa sebelum para makhluk itu mengabisi alam semesta. Lettie pun mengejar dan melindungi tokoh aku dari patukan para makhluk bayangan. Setelah itu, Mrs. Hempstock Tua bangkit dari tidurnya dan memarahi sekaligus mengancam para makhluk bayangan. Walaupun para makhluk bayangan sudah pergi, Lettie terluka dan segera dibawa ke kolam bebek atau samudra oleh Mrs. Hempstock. Bersama ombak yang menggulung, Lettie pun menghilang seolah tertelan oleh samudra.

Kemudian, kisah pun berlanjut pada masa kini. Si tokoh aku menyadari bahwa perempuan tua yang dikira ibu Lettie ternyata Mrs. Hempstock Tua dan ibunya Lettie baru muncul kemudian. Mereka bertiga pun bercerita. Cerita yang tidak pernah sama. Misalnya, tokoh aku tidak pernah lagi mengunjungi pertanian itu setelah pindah dari sana, tetapi menurut perempuan Hempstock, tokoh aku kadang-kadang mengunjungi mereka di rumah pertanian itu sambil bercerita tentang kehidupannya. Atau, tokoh aku merasakan bahwa para makhluk pembersih itu mengoyak-ngoyak Lettie yang berusaha melindungi tokoh aku. Namun, menurut perempuan Hempstock, Lettie memang menolong tokoh aku, tetapi ketika tokoh aku kesakitan karena jantungnya terkoyak. Lettie tidak tega dan melindungi tokoh aku. Kata Mrs. Hempstock Tua, satu peristiwa tidak akan pernah sama jika dilihat dari dua kacamata manusia. Bahkan, sejak tadi hanya ada Mrs. Hempstock Tua—tidak ada ibunya Lettie di sana. Setelah itu, tokoh aku pun harus kembali pada keluarganya yang sudah lama resah dengan kepergiannya yang entah ke mana.

Edisi terjemahan (2013)

Bagi saya, seperti yang lalu-lalu, Neil Gaiman adalah tukang cerita yang keren, apalagi ketika bicara kisah fantasi. Tulisannya selalu mengalir dan enak dibaca. Tak terkecuali dengan novelet The Ocean at the End of the Lane atau yang diterjemahkan Samudra di Ujung Jalan Setapak, bahasanya sangat mengalir dan tidak bertele-tele. Namun, kisah ini agak kurang gereget dan cenderung datar dibanding Neverwhere, Stardust, atau Coraline.

Mungkin, karena memakai penceritaan akuan, sepertinya sulit untuk menggali mengapa perempuan Hempstock ada di pertanian sana. Jujur, saya masih enggak mengerti mengapa penambang opal itu bunuh diri di mobil ayahnya si tokoh aku yang disebut-sebut dalam sampul belakang sebagai pintu masuk munculnya makhluk yang ingin keluar dari batasan. Mengapa si penambang opal disebut sebagai awal mula cerita masuknya makhluk lain? Why? Ini yang belum saya paham.

Klimaks dari kisah ini juga kurang gereget. Enggak ada sesuatu yang membuat saya berseru, “Wuaaah!” Antiklimaksnya pun sama. Begitu juga dengan ending yang rasanya, “Kok, biasa aja sih?” Baik buku versi Inggris maupun versi Indonesia, taste-nya enggak jauh beda. Sama aja alias kurang gereget.

Akan tetapi, Neil Gaiman is still the best storyteller for me. Ide cerita yang selalu disuguhkan Gaiman selalu menarik dan out of the box. Apalagi ditambah cara berkisah Gaiman yang enak dibaca dan mengalir.

Saya punya dua versi dari buku ini: versi Inggris dan versi terjemahan. Saat beli versi Inggris yang baru launching di negeri sana, saya harus pesan dulu di Books and Beyond karena yang terjemahannya saya pikir belum ada. Eh, tak tahunya, Gramedia juga menerbitkan kisah ini dengan versi terjemahan, tepat pada tahun yang sama. So, I read both of them. Agak buang-buang waktu sih ya :D. Tapi, saya ini satu di antara penggemarnya Gaiman, jadi keinginan untuk memiliki karya Gaiman sebagai koleksi itu amat besar :D.

Happy reading!

You Might Also Like

0 komentar